Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangis, Mantan Anggota Komisi II Bantah Semua Isi BAP soal E-KTP

Kompas.com - 23/03/2017, 15:39 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani tidak mengakui isi berita acara pemeriksaan dirinya di tingkat penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal itu dia utarakan saat bersaksi di sidang dugaan korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Mulanya, Hakim menanyakan Miryam apakah mengenal pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong. Miryam mengaku tidak kenal.

"Tapi keterangan saudara di berita acara kok kenal?" tanya Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017).

"Tidak," jawab Miryam. (Baca: Hakim Kasus E-KTP: Kok Bisa Ibu Jadi Anggota Dewan, Ya?)

Miryam juga membantah pernah dimintai pimpinan Komisi II DPR RI untuk menerima sesuatu dari Ditjen Dukcapil Kemendagri terkait e-KTP.

Padahal, keterangan tersebut tertera dalam berita acara pemeriksaan Miryam. Akhirnya, Miryam mengaku diancam penyidik untuk mengaku adanya penerimaan uang untuk memuluskan pembahasan anggaran e-KTP di Komisi II.

"Saya diancam, saya mau dibidik," kata Miryam sambil menangis.

Miryam merasa tertekan dengan cara penyidik menginterogasinya. Penyidik yang ia kenali bernama Novel dan Damanik. Penyidik itu, kata dia, sempat menyatakan bahwa mestinya tahun 2010 dirinya sudah ditangkap KPK.

Hakim pun kembali ke pokok pertanyaan dan kembali menyinggung soal pembagian uang kepada anggota Komisi II DPR RI. Miryam kembali membantahnya dengan dalih diancam saat diperiksa KPK.

Jawaban yang dia beberkan dan tertuang di berita acara hanya untuk menyenangkan penyidik.

"Kalau disimak keterangan Ibu dari awal, di BAP perinciannya semua Ibu jelaskan secara rinci, siapa saja yang Ibu berikan," kata Hakim.

"Lalu muncul angka itu bagaimana bisa tahu? Ini rinci sekali keterangan Ibu," lanjut dia.

"Tidak ada. Kan tadi sudah saya katakan," jawab Miryam.

Bahkan, dalam BAP secara rinci menyebutkan bahwa asisten rumah tangga Miryam dititipi amplop berisi uang.

Dijelaskan juga bahwa Miryam melaporkan penerimaan uang ke mantan Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap dan memerintahkan pembagian uang. Namun, Miryam kembali membantah semuanya.

"Saya cabut semua keterangan saya, Yang Mulia," kata Miryam.

Berdasarkan dakwaan, sekitar Mei 2011, setelah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman dimintai sejumlah uang oleh melalui Miryam sebesar 100.000 dollar AS.

Uang itu untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke beberapa daerah. Kemudian, pada 21 Juni 2011 konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 5.841.896.144.993.

(Baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)

Setelah penandatanganan kontrak, pada Agustus-September 2011, Irman memerintahkan bawahannya, Sugiharto menyediakan uang Rp 1 miliar untum diberikan kepada Miryam.

Pada waktu berikutnya, sekitar Agustus 2012, Miryam meminta uang ke Irman sejumlah Rp 5 miliar untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI.

Setelah uang sudah di tangan, Miryam membagikannya kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI secara bertahap. Miryam sendiri mendapatkan 23.000 dollar AS dari beberapa penerimaan uang itu.

(Baca juga: Ada Kader Hanura Disebut dalam Kasus E-KTP, Apa Kata Oesman Sapta?)

Kompas TV Menurut rencana, jaksa penuntut umum akan menghadirkan 7 saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi KTP Elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com