Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Direcoki" DPR, Netralitas KPU Kini di Ujung Tanduk

Kompas.com - 23/03/2017, 09:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terus-menerus menunda uji kelayakan dan kepatutan 14 nama calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuai pertanyaan. Pasalnya, masa jabatan Komisioner KPU periode 2012-2017 akan habis pada 12 April mendatang.

Padahal, segudang tugas berat menanti Komisioner KPU yang baru, seperti mempersiapkan jalannya Pilkada Serentak 2018, hingga pelaksanaan Pemilu Serentak 2019.

Keempat belas nama calon Komisioner KPU telah diajukan pemerintah melalu tim Panitia Seleksi (Pansel) KPU sejak 1 Februari lalu. Namun, DPR bergeming untuk tak melangsungkan uji kelayakan dan kepatutan.

Beberapa alasan yang mengemuka yakni masih harus menunggu rampungnya pembahasan RUU Pemilu. Dalam Undang-undang Pemilu baru, diwacanakan adanya penambahan jumlah Komisioner KPU dari tujuh menjadi sembilan orang.

Namun, desas-desus yang berkembang mengemukakan alasan penundaan uji kelayakan san kepatutan keempat belas nama calon Komisioner KPU ternyata terkait isu netralitas dan kemandirian.

(Baca: Istana Minta DPR Segera Uji Calon Komisioner KPU dan Bawaslu)

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman mengatakan, penundaan berkaitan dengan uji materi (judicial review) pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi soal kewajiban KPU berkonsultasi dengan DPR dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU).

KPU menganggap aturan dalam UU Pilkada tersebut mengebiri kemandirian mereka sebagai lembaga dalam mengambil keputusan, yaitu membentuk PKPU. KPU pun melayangkan juducial review, namun hingga kini belum diputus oleh MK.

Mereka yang lolos seleksi calon komisioner KPU merupakan komisioner lama yang mendorong judicial review. Sementara, yang tak mendukung judicial review tak lolos. Misalnya Ketua Bawaslu, Muhammad. Ia tak mendukung judicial review tersebut dan kebetulan tak lolos seleksi calon komisioner KPU.

Sementara, empat orang petahana komisioner KPU yang mendukung judicial review, masuk dalam daftar calon komisioner.

(Baca: Fahri Hamzah Setuju Wacana Anggota KPU dari Parpol)

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini melihat ada sejumlah implikasi jika Komisi II menolak nama-nama calon komisioner KPU-Bawaslu tersebut. Salah satunya berkaitan dengan independensi penyelenggara pemilu, terutama KPU.

"Publik akan bertanya-tanya. Justru di situlah kemandirian KPU akan semakin dipertanyakan. Karena dari proses seleksi saja sudah terlihat adanya intervensi," ujar Titi.

KPU disusupi parpol

Netralitas KPU yang diujung tanduk semakin menjadi ketika muncul wacana mengembalikan keanggotaan KPU dari partai politik (parpol). Sekembalinya Panitia Khusus Rancangan Undang-undang (Pansus RUU) Pemilu melakukan kunjungan kerja ke Jerman, wacana tersebut mulai menguat.

"Di situlah katanya kalau dari partai politik saling menjaga. Enggak mungkin di situ ada kecurangan karena akan ketahuan," ujar Anggota Komisi II Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2017).

Meski demikian, keanggotaan KPU dari parpol tidak serta merta mengurangi unsur kecurangan dalam pemilu secara signifikan. Pada Pemilu 1999, dengan keanggotaan KPU dari parpol, semuanya memang saling mengawasi.

(Baca: Pimpinan Pansus RUU Pemilu Kembali Wacanakan Anggota KPU dari Parpol)

Namun faktanya, dugaan kecurangan ternyata tetap mengemuka. Beberapa parpol, khususnya parpol kecil, yang merasa dicurangi, enggan menandatangani hasil rapat pleno penetapan pemenang pemilu.

Pada akhirnya, dengan mengacuhkan protes parpol tersebut, KPU menyerahkan daftar perolehan suara dan hasil akhir rekapitulasi pemilu pun disahkan pemerintah.

Pada tahun 2011, peluang anggota parpol menjadi komisioner KPU semakin tertutup dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-/IX/2011. Putusan itu menyatakan bahwa setiap calon anggota KPU dan Bawaslu harus mundur dari parpol minimal lima tahun sebelum pencalonan.

(Baca: Golkar: Ada Anggota dari Parpol, KPU Meksiko Efektif Lakukan Lobi)

"Adalah hal yang tidak sejalan dengan logika dan keadilan, jika Pemilu diselenggarakan oleh lembaga yang terdiri atau beranggotakan para peserta Pemilu itu sendiri," papar Ketua Majelis Hakim saat itu, Mahfud MD, mengutip risalah putusan MK tersebut.

Ditambah pula, merujuk risalah perdebatan amandemen UUD 1945 tahun 2001, mandiri berarti terbebas dari keanggotaan partai politik.

"Karena itu, Pansus tak boleh abai dengan putusan MK. Jadi sudah terang benderang tak ada celah untuk memasukan unsur parpol ke KPU untuk menjamin netralitas dan kemandirian KPU," lanjut Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward” Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward” Pilkada di Depan Mata

Nasional
Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Nasional
Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Nasional
Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

Nasional
Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Nasional
Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Nasional
Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Nasional
Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Tanpa Melupakan Catatan di MK

Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Tanpa Melupakan Catatan di MK

Nasional
Jokowi Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden-Wapres Terpilih

Jokowi Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Ajak Rekonsiliasi, AHY Minta Pihak yang Belum Puas Hasil Pilpres Tak Korbankan Rakyat

Ajak Rekonsiliasi, AHY Minta Pihak yang Belum Puas Hasil Pilpres Tak Korbankan Rakyat

Nasional
Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Kita Hormati Proses Bernegara

Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Kita Hormati Proses Bernegara

Nasional
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com