JAKARTA, KOMPAS.com - Patmi (48), salah seorang petani perempuan asal kawasan Pegunungan Kendeng yang melakukan aksi mengecor kaki di depan Istana Negara, meninggal dunia pada Selasa (21/3/2017) dini hari.
Patmi mengalami serangan jantung dan meninggal dalam perjalanan dari kantor LBH Jakarta menuju Rumah Sakit Saint Carolus, Salemba, Jakarta Pusat.
Sri Wiyani, rekan Patmi asal warga Kayen, Kabupaten Pati, menuturkan bahwa Patmi sosok yang gigih dalam memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng sejak mendengar rencananya berdirinya pabrik semen di Rembang dan Pati.
"Dengan spontan Patmi ikut gerakan penolakan," ujar Sri saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017).
Pada November 2015, Patmi menjadi salah satu warga dari sejumlah desa yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).
Mereka menggelar aksi berjalan kaki sejauh 122 kilometer dari Sukolilo, Kabupaten Pati menuju Kota Semarang, Jawa Tengah.
Aksi berjalan kaki yang ditempuh selama dua hari itu dimaknai sebagai wujud perjuangan mencari keadilan saat menghadiri sidang putusan dalam gugatan atas izin pertambangan PT Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan PT Indocement.
Di tahun yang sama mereka juga pernah melakukan aksi membunyikan lesung sebagai tanda "bahaya" di depan Istana Kepresidenan. Tujuan mereka adalah agar bisa berdialog dengan Presiden Jokowi.
"Kami pernah bersama-sama saat aksi jalan kaki dari Pati dan Rembang ke Semarang," ucapnya sambil mengusap air mata.
"Dia orang yang gigih. Kemarin sempat tidak mau pulang, karena ingin tetap berjuang," kata Sri.
(Baca juga: Kronologi Wafatnya Patmi, Petani Kendeng Usai Aksi Dipasung Semen)
Pada kesempatan yang sama, Eko Arifianto, seorang relawan JMPPK yang berasal dari Blora, menuturkan, wafatnya Patmi justru menjadi penyemangat bagi petani-petani lainnya untuk tetap memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng.
Aksi penolakan akan terus mereka lakukan meski para petani merasa pesimistis tuntutan mencabut izin pabrik semen dikabulkan oleh pemerintah.
"Patmi dalam bahasa Jawa itu Padma, yang artinya bunga. Mudah-mudahan wafatnya Patmi bisa melahirkan bunga-bunga perjuangan yang baru," kata Eko.
(Baca juga: Suatu Malam di LBH Jakarta dan Harapan Petani Kendeng...)
Sejak Kamis (16/3/2017) Patmi bersama 49 petani Kendeng lainnya melakukan unjuk rasa mengecor kaki dengan semen di depan Istana Negara.
Para petani Kendeng itu memprotes izin lingkungan baru yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dengan terbitnya izin tersebut kegiatan penambangan karst PT Semen Indonesia di Rembang masih tetap berjalan.
Mereka pun meminta Presiden Joko Widodo segera mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan menghentikan kegiatan penambangan karst oleh pabrik semen yang dinilai merusak lingkungan.
(Baca juga: Seorang Petani Kendeng Meninggal Dunia, Ini Respons Jokowi)