Negeriku mana yang adem ayem toto titi tentrem karto raharjo
Negeriku mana yang mengangkat pedang keadilan tinggi-tinggi
Satu Nusa, akan dijadikannya Nusa Kambangan
Satu bangsa, bangsa para pemakan tanah, peminum darah sesama
Satu bahasa, bahasa para penjilat rakyat.
Negeri bermandikan darah. Bersolek kemunafikan, berjubah kehancuran.
Nusa bangsa bahasa porak poranda binasa segala.
"Kalau tidak menghibur diri, klangut, pikiran kosong tidak ceria. Baca puisi selain menghibur diri juga ingatkan saya sendiri dan teman-teman lain," ucap Karyadi.
Pria ini mengaku senang dengan segala hal tentang seni sejak di bangku Sekolah Dasar. Dia mengagumi WS Rendra dan Chairil Anwar.
Menurut Karyadi, para petani Kendeng sering menembang bersama. Sebelum aksi, misalnya, lagu Indonesia Raya ditembang bersama.
Menembang bersama juga dilakukan saat aksi long march dari Kecamatan Tambakromo hingga alun-alun di Kabupaten Pati awal Mei 2016 lalu. Mereka menolak pendirian pabrik PT Indocement.
"Ibu Bumi wis maringi (ibu bumi sudah memberi) Ibu bumi dilarani ( ibu bumi disakiti) Ibu bumi kangadili (ibu bumi sendiri yang akan mengadili)"
Lirik tembang itu dibuat oleh Gunretno, dari komunitas adat Sedulur Sikep yang mendiami kawasan Kendeng utara. Kini, lirik itu tercatat di kotak semen di kaki sebelah kiri petani Kendeng. Karyadi mengaku tidak khawatir dengan kondisi keluarganya di Pati.
Ia mengatakan keluarganya merelakan kepergiannya ke Jakarta untuk menolak operasional pabrik semen.
"Mereka merelakan supaya berhasil semen tadi jadi di Pegunungan Kendeng. Kayaknya orang berangkat perang. Kalau di film kayak mau berangkat perang lawan penjajah," ucap Karyadi.
Karyadi menuturkan, ia menggunakan uang hasil panen untuk berangkat ke Jakarta. Di Pati, ia menanam padi, jagung, singkong. Dengan hasil panen, ia tidak khawatir atas kehidupan keluarganya di Pati.
"Kalau enggak ada uang langsung bisa jual ayam. Dengan kesederhanaan tapi merasa cukup. Karena serba ada. Paling tinggal lauk yang tidak ada. Bisa jual singkong, jagung. Jadi aman. Tidak masalah," ujar Karyadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.