Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik-menarik DPR dan Pemerintah dalam RUU Pertembakauan

Kompas.com - 21/03/2017, 10:25 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Jokowi menolak menerbitkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan. Alhasil, pembahasan RUU yang diusulkan DPR itu mandek.

Sebab, pemerintah dan DPR belum bersepakat untuk mengeluarkan RUU tersebut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017.

Namun, hal itu juga berarti lain. Artinya, DPR dan pemerintah masih membuka ruang untuk membahas RUU tersebut meski belum diketahui waktunya.

Meski demikian, tak semua fraksi setuju untuk meneruskan pembahasan RUU Pertembakauan. Fraksi PAN salah satunya.

Sekretrais Fraksi PAN Yandri Susanto menilai, RUU tersebut sarat kepentingan industri rokok. Itu tercermin dari pembatasan kuota impor sebesar 30 persen.

"Padahal produksi tembakau kita itu masih kurang. Data yang digunakan oleh para pengusung yang menyatakan produksi tembakau kita melimpah itu masih belum valid, masih debatable," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).

Jika di lapangan produksi tembakau terbukti kurang, nantinya akan banyak bermunculan pasar gelap penjualan tembakau.

Selain itu, tak ditemukan pasal yang melindungi generasi muda Indonesia dari dampak rokok.

"Padahal Indonesia memiliki banyak anak di usia muda yang siap untuk menjadi generasi emas. Kalau kesehatannya terganggu karena rokok di RUU tersebut tak ada perlindungannya," papar Yandri.

Lagipula, kata dia, RUU tersebut bertentangan dengan undang-undang lain seperti UU Kesehatan.

"Dan kita lihat juga kan, kemarin Pak Presiden prihatin dengan rumah tangga miskin yang konsumsi rokoknya lebih banyak daripada konsumsi makanan bergizinya," lanjut Yandri.

Sementara itu, inisiator Rancangan Undang-Undang Pertembakauan Taufiqulhadi masih mengharapkan "lampu hijau" dari pemerintah agar UU tersebut dapat disahkan.

Presiden Jokowi sebelumnya menolak menerbitkan Surat Presiden (Supres) terkait pembahasan RUU Pertembakauan.

Namun, Taufiqulhadi menganggap keputusan tersebut belum secara resmi diungkapkan oleh Presiden.

"Sebenarnya kan pemerintah belum menolak total. Saya enggak lihat peluang ini tertutup karena Presiden belum katakan ini sudah final," ujar Taufiqulhadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).

Ia mengatakan, Indonesia saat ini mendatangkan sekitar 70 persen tembakau dari luar negeri. Hal itu dinilai akan merugikan petani tembakau. 

Taufiqulhadi menyebutkan, hal ini yang menjadi alasan diusulkannya RUU Pertembakauan. Dalam RUU Pertembakauan dicantumkan pasal yang akan mengatur kran impor tembakau menjadi 20 persen.

Dengan demikian, porsi tembakau dari petani lokal sebesar 80 persen. Politisi Partai Nasdem itu mempertanyakan alasan pemerintah tak ingin membahas RUU Pertembakauan.

"Kalau pemerintah tidak mau, saya bingung dasarnya apa? Apakah ingin membela petani tembakau asing?" kata dia.

Pemerintah sebelumnya telah mengutus tiga menteri untuk berdiskusi dengan DPR terkait RUU tersebut.

Tiga menteri tersebut, yakni Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Ia berharap, lobi tersebut akan menemukan titik temu, yaitu perlindungan terhadap petani tembakau.

Jika memang ada perhatian lebih terhadap aspek kesehatan, Taufiqulhadi mengaku tak masalah jika ada pengetatan aturan.

"Misalnya seluruh Jakarta enggak boleh merokok, silakan. Sekarang ini ada 10 areal yang enggak boleh merokok. Pembelian masalah jual-beli rokok terbatas, hanya di tempat tertentu. Perketat saja," ujar Anggota Komisi III DPR RI itu. 

Menanggapi polemik tersebut, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, DPR akan mengkaji langkah selanjutnya setelah Presiden Jokowi menolak menerbitkan Surat Presiden (Supres) terkait pembahasan RUU Pertembakauan.

"Jadi kita lihat nanti, ini kan satu hal yang dinamis sebagai suatu usulan ketika itu dari DPR. Nanti ada semacam penyikapan di DPR," kata Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com