JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) membawa pulang sejumlah "oleh-oleh" dari hasil kunjungannya ke Jerman pekan lalu.
Kunjungan tersebut berlangsung sejak 11 Maret 2017 hingga 16 Maret 2017. Sebagian anggota Pansus berada di Jerman selama total tiga hari. Pansus berkonsultasi ke sejumlah pihak di Jerman untuk mendalami soal kepemiluan.
Tiba di Jerman pada hari pertama, sekitar pukul 17.00, Pansus langsung berdiskusi dengan Prof Dr Andreas Ufen dari GIGA Hamburg.
Andreas Ufen merupakan ahli politik Jerman dan analis politik Asia Selatan yang direkomendasikan oleh Kedutaan Besar RI di Jerman untuk memberi masukan kepada Pansus.
Diskusi dengan Andreas berlangsung hingga pukul 00.00 di Wisma KBRI.
Hari kedua dihabiskan Pansus untuk berdiskusi dengan Mahkamah Konstitusi di Jerman. Sedangkan pada hari ketiga, Pansus menemui Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jerman, Departemen Dalam Negeri dan partai pemenang pemilu di Jerman.
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto menuturkan, salah satu poin masukan adalah berkaitan dengan peradilan khusus pemilu. Jerman sempat ingin membentuk peradilan khusus pemilu, namun urung dilakukan.
Dari hasil diskusi panjang dengan hakim Mahkamah Konstitusi disimpulkan bahwa Indonesia belum memerlukan peradilan khusus.
"Kita cukup dengan memaksimalkan pengadilan yang ada sekarang, misal MK, MA dan peradilan di bawahnya," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).
Selain itu, Pansus juga mendalami mengenai penggunaan teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting). Menurut Yandri, sejumlah anggota pansus cukup kuat menyuarakan keinginan untuk menggunakan teknologi tersebut.
Jerman sempat menerapkan e-voting, namun MK Jerman kemudian memutuskan bahwa e-voting harus dihentikan. Salah satu alasan adalah dari sisi keamanan dan kesiapan teknologi.
(Baca: Usai Kunker Ke Jerman, Pansus Pemilu Temukan E-Voting Rawan Diretas)
Metode penghitungan elektronik (e-counting) dianggap lebih perlu untuk mempercepat proses rekapitulasi suara.
Yandri menuturkan, proses pemilu di Jerman berakhir pukul 14.00, dan sekitar pukul 22.00 sudah diketahui hasilnya. Pansus pun bertanya, apa kunci agar rekapitulasi suara yang kilat tersebut bisa dilakukan.
"Yang dilakukan KPU, walaupun KPU belum terlalu maju, itu yang kami mau upgrade lagi," ucap Sekretaris Fraksi PAN di DPR itu.
(Baca juga: Indonesia Lebih Butuh "E-rekap" daripada "E-voting")
Pansus juga mendapat sejumlah masukan terkait lima isu krusial yang akan dibahas dalam RUU Pemilu.
Adapun lima isu krusial tersebut di antaranya mengenai sistem pemilu, ambang batas presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), jumlah kursi di daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi.
Mengenai sistem pemilu, Jerman menggunakan sistem pemilu campuran. Menurut Andreas Ufen, seperti diungkapkan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, sistem campuran yang diberlakukan Jeman merupakan sistem pemilu terbaik di dunia.
Sebab, ada proporsionalitas yang jelas antara jumlah suara dengan keberadaan jumlah anggota parlemen. Partai-partai politik di Jerman juga bisa dikatakan sangat kuat. Para kader politik juga dibekali pendidikan dan pelatihan sejak dini.
"Tidak seperti di AS yang hanya memiliki dua partai politik saja. Partai politik di AS tidak kuat," kata Lukman.
Meski sistem tersebut terbilang sukses diterapkan di Jerman, namun Andreas Ufen menilai bahwa sistem tersebut akan sulit untuk diterapkan di Indonesia.
Sebab, Indonesia menganut sistem presidensial, sedangkan Jerman parlementer.
Hal lain adalah mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Ambang batas parlemen di Jerman saat ini adalah 5 persen. Jika dinaikkan, misalnya menjadi 10 persen maka akan menyulitkan partai-partai politik kecil.
Sehingga banyak negara hanya menerapkan ambang batas parlemen sekitar 3 persen atau 4 persen.
Pembahasan mengenai penanganan sengketa pemilu, pembubaran partai politik hingga anggaran calon anggota legislatif juga didiskusikan oleh Pansus.
Namun, Pansus akan terlebih dahulu melaksanakan rapat pimpinan Pansus untuk memutuskan tindak lanjut mengenai hasil kunjungan kerja tersebut.
Anggota Pansus RUU Pemilu Johnny G Plate mengatakan, isu-isu tersebut nantinya juga akan dibahas kembali bersama seluruh anggota.
Tak semua mekanisme kepemiluan di Jerman dapat diadopsi di Indonesia karena kedua negara memiliki sistem pemerintahan yang berbeda.
"Ini akan kami bahas," kata Johnny.