Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Konflik Internal dan Upaya Golkar "Lindungi" Setya Novanto...

Kompas.com - 17/03/2017, 10:13 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Setya Novanto belakangan menjadi perbincangan publik karena disebut dalam dakwaan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar tersebut diduga memiliki peran dalam mengatur kelancaran anggaran proyek tersebut.

Sejumlah tokoh partai berlambang beringin itu bereaksi cepat atas dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Mulai dari unsur pengurus pusat, Dewan Pakar, Dewan Pembina, hingga Dewan Kehormatan bergerak untuk mengurangi dinamika di tubuh partai.

Sikap elite Partai Golkar yang seolah melindungi Novanto dianggap wajar. Apalagi partai itu baru saja "sembuh" dari masalah dualisme kepemimpinan. Meski pada kenyataannya, rekonsiliasi belum berjalan sempurna.

"Wajar (melindungi Novanto). Itu kekhawatiran elite Golkar karena hal ini bisa meluas," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito saat dihubungi, Jumat (17/3/2017).

Kekhawatiran di internal Golkar, lanjut Arie, muncul karena potensi Novanto terjerat kasus e-KTP cukup besar. Trauma perpecahan internal partai juga masih membayangi mereka. Padahal, sebentar lagi Golkar harus menyambut pilkada serentak.

Selain itu, posisi Novanto yang saat ini rentan terjerat kasus hukum menbuat manuver-manuver politik mungkin dilakukan. Sebab, sejak awal kepemimpinannya di Golkar, faksi-faksi di internal partai cukup kuat.

Faksi-faksi tersebut dinilai Arie semakin menguat setelah dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus e-KTP mencuat ke publik.

"Meskipun 'bersatu', sebenarnya sifat komprominya cukup rentan sehingga sewaktu-waktu kalau ada trigger, ya itu bisa melanda Golkar pasti muncul potensi konflik, perpecahan," tuturnya.

(Baca juga: Diduga Atur Anggaran, Setya Novanto Tak Masuk Daftar Penerima "Fee" Kasus E-KTP)

Tak perlu munaslub

Dalam waktu dekat, Rapat Konsultasi Nasional dan Rapat Pimpinan Nasional akan digelar. Tak menutup kemungkinan, pertanyaan soal keterlibatan Novanto muncul dalam forum yang juga dihadiri pengurus Golkar di daerah.

Meski begitu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menegaskan bahwa pembahasan soal kasus e-KTP tak akan dilakukan.

Rapat Konsultasi Nasional dan Rapat Pimpinan Nasional akan lebih fokus pada persiapan penyelenggaran Pilkada Serentak 2018 dan 2019.

"Karena sudah ada sikap Partai Golkar, kami menghormati proses hukum yang ada," kata Idrus, Kamis (16/3/2017).

"Karena itu tidak dianggap penting," ucapnya.

Respons Aburizal Bakrie, selaku Ketua Dewan Pembina, tak jauh berbeda.

Meski Novanto terseret dalam kasus dugaan korupsi, Aburizal mengimbau kader untuk tetap tenang dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Aburizal Bakrie juga menyarankan tak perlu diselenggarakan Munaslub untuk menunjuk ketua umum baru.

"Statement saya jelas beberapa hari lalu, jangan berpikir pada Munaslub. Kita jangan berandai-andai," ucap politisi yang akrab disapa Ical itu.

(Baca: Setya Novanto Terseret Kasus E-KTP, Aburizal Imbau Kader Golkar Tenang)

Di lain kesempatan, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menuturkan, kalau ada permintaan Munaslub, itu hanya disuarakan oleh segelintir orang yang kurang paham bahwa Munaslub memiliki kriteria sendiri.

Untuk kasus Novanto, dianggap belum memiliki dasar atau kriteria tersebut.

"Kita jangan terus bereaksi secara membabi buta. Tidak ada secara kategoris masuk dalam dasar-dasar melakukan Munaslub. Tidak ada. Kami berjalan seperti biasa," ucap Agung.

(Baca juga: Dewan Pakar Golkar Berharap Kasus E-KTP Tak Pengaruhi Elektabilitas Partai)

Sementara itu, Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar Priyo Budi Santoso meyakini Golkar masih solid meskipun pemberitaan menyebutkan Golkar seolah dilanda gempa.

"Tapi sejauh ini infrastruktur Golkar masih solid. Karena Pak Setya Novanto hanya sebagai saksi," ucap Priyo.

Dewan Kehormatan menghormati proses hukum yang ada. Priyo menilai positif jika pengurus pusat membentuk tim hukum untuk mengawal kasus tersebut.

"Sudah sewajarnya tim hukum terbaik partai akan mengawal beliau. Beliau tentu tidak sendirian menjalani proses hukum selanjutnya," kata mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

Hingga saat ini, Setya Novanto telah membantah semua tuduhan yang disampaikan dalam dakwaan. Dia membantah telah menerima uang fee dari proyek e-KTP atau terlibat dalam pengaturan anggaran.

(Baca: Setya Novanto Bantah Terima Uang Proyek E-KTP)

Kompas TV Ketua DPR Setya Novanto bersumpah kepada sang khalik tidak pernah menerima aliran dana apapun dari kasus dugaan korupsi e-KTP. Pernyataan Novanto sekaligus membantah tuduhan yang diberitakan di beberapa media terkait aliran dana e-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com