JAKARTA, KOMPAS.com - Penegakan hukum di laut terus digencarkan TNI. Kapal pencuri ikan, kapal yang tidak memiliki dokumen lengkap hingga kapal tanker ilegal berhasil ditindak dalam beberapa hari ini.
Pada 11 Maret 2017 lalu, Gugus Tempur Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) menangkap dua kapal ikan berbendera Vietnam, BV 92565 TS dan BV 92564 TS, yang diduga melakukan pencurian ikan di perairan Natuna.
"Penangkapan dua kapal tersebut dilakukan oleh Barakuda-633 yang sedang melaksanakan patroli," ujar Kepala Dinas Penerangan Armabar Mayor Laut Budi Amin melalui siaran pers resmi, Rabu (15/3/2017).
Dua hari kemudian, KRI Diponegoro-365 yang sedang melaksanakan operasi Prasama Udhaya-17 kembali meringkus empat kapal berbendera Vietnam.
Empat kapal itu yakni BV 5742 TS berbobot 60 GT dengan jumlah ABK tiga orang, BV 9180 TS berbobot 60 GT dengan jumlah ABK 17 orang, BV 99890 TS berbobot 50 GT dengan jumlah ABK tujuh orang dan BV 99991 TS berbobot 60 GT dengan jumlah ABK tujuh orang.
Hanya satu kapal yang kedapatan memuat ikan karang sebanyak 12 palka. Kapal lainnya diduga kuat baru saja menyerahkan hasil tangkapan ikannya ke kapal lain yang lebih besar.
"Kapal-kapal itu melanggar batas wilayah perairan Indonesia dengan melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa dilengkapi dokumen dan izin di wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia," ujar Budi.
Satu kapal sempat melarikan diri dan terjadi aksi kejar-kejaran. Namun, pada akhirnya kapal tersebut menyerah.
Kapal tanker ilegal
Pada 14 Maret 2017, giliran Tim Western Fleet Quick Response (WFQR) di bawah Koarmabar yang sukses melakukan misinya.
Tim menangkap kapal tanker MT Alexander di perairan Teluk Jodoh, Kepulauan Riau.
Menurut Komandan Pangkalan Utama TNI AL IV Tanjungpinang Laksamana Pertama TNI S Irawan, kapal itu diduga hendak mentransfer bahan bakar minyak di perairan OPL.
"Kegiatan itu jelas ilegal. Rencananya kapal berlayar dari Batam menuju Johor, Malaysia. Kapal ini memang target operasi kami sejak lama," ujar Irawan.
Apalagi, setelah diperiksa, nakhoda bernama Achton Muhaling tidak dapat menunjukkan dokumen kapal, mulai dari Surat Keterangan Kecakapan (SKP) Nakhoda, SKK KKM, Buku Sijil, Buku Pelaut, crew list, hingga Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Kapal berbendera Malabo dan mengangkut lima ABK itu kemudian dikawal ke dermaga Batu Hitam Lantamal IV Tanjungpinang demi menjalani proses hukum.
Pada hari yang sama, tim WFQR juga mengamankan KM Lintas Laut-4 di perairan Pulau Penyengat, Tanjungpinang, kepulauan Riau, yang diduga melanggar undang-undang pelayaran.
Tim menemukan bahwa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atas nama seorang berinisial H. Namun, kenyataannya H tidak berada di kapal.
Kapal itu malah dinakhodai seorang lain yang berinisial M. Apalagi, M tidak dilengkapi Surat Keterangan Kecakapan (SKK).
Kapal berisi puluhan batang besi, puluhan lembar seng dan sejumlah materi konstruksi itu dibawa ke Dermaga Yos Sudarso Markas Korps Lantamal IV Tanjungpinang untuk proses hukum.