JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Keahlian DPR tengah menyosialisasikan revisi Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke sejumlah universitas.
Hasil sosialisasi nantinya akan dilaporkan kepada pimpinan DPR untuk diputuskan apakah akan ditindaklanjuti atau tidak.
Adapun sosialisasi tersebut dilakukan untuk melihat respons masyarakat terhadap poin-poin revisi UU KPK.
"Kalau nanti hasil sosialisasi itu diputuskan, keputusan politiknya dilanjut, kalau dilanjut dibawa ke paripurna dan disahkan jadi insiatif (DPR)," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (14/3/2017).
Namun, hasil sosialisasi tak akan ditindaklanjuti jika nantinya pimpinan DPR menyatakan RUU tersebut tak perlu dilanjutkan.
Adapun sosialisasi tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan Pemerintah dan DPR pada awal 2016 lalu. Keduanya memutuskan bahwa sosialisasi diperlukan jika revisi UU KPK mau digulirkan.
Namun, sosialisasi baru berjalan pada Maret 2017. Sedangkan permintaan sosialisasi baru diajukan Pimpinan DPR pada Februari lalu. Artinya, ada penundaan yang cukup panjang.
Sejumlah pihak menduga wacana revisi kembali dihidupkan menyusul disebutnya sejumlah nama anggota DPR terlibat kasus dugaan korupsi e-KTP.
(Baca: Revisi UU KPK Kembali Mencuat setelah Ramai Kasus E-KTP, Ada Apa?)
Terkait hal tersebut, Firman menegaskan bahwa kasus e-KTP dan revisi UU KPK adalah dua hal berbeda. Revisi UU KPK, kata dia, melalui proses yang panjang.
Menurut dia, penundaan sosialisasi dikarenakan adanya pergantian Ketua DPR RI. Setya Novanto mulai menjabat Ketua DPR pada November 2016 menggantikan Ade Komarudin.
"Keputusan (penundaan) ketika itu DPR dipimpin Pak Akom dan minta dilakukan sosialisasi. Kemudian ada pergantian di unsur pimpinan DPR. Sosialisasi tertunda," tutur Firman.
"Pak Novanto kan harus mempelajari (revisi) itu dulu," ucap anggota Komisi IV DPR RI itu.