JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita menilai tidak perlu ada hak angket untuk menginvestigasi proses penyidikan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-kTP).
Sebab, saat ini sudah ada proses hukum yang berjalan. Jika nantinya, muncul hak angket, dikhawatirkan akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan atas kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut.
"Jangan kita intervensi penegakan hukum. Lagipula akan sangat merepotkan ke depannya apabila jadi preseden, seolah setiap ada masalah nanti dibentuk hak angket," ujar Agus melalui pesan singkat, Selasa (14/3/2017).
Apalagi, lanjut Agus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga yang independen. Karena itu, ia menambahkan, KPK perlu diberi keleluasaan dalam menyidik nama-nama yang tercantum dalam dakwaan.
"Karena KPK merupakan lembaga indpenden, bukan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden, lalu hak angket mau ditujukan kepada siapa," tutur Agus.
"Biarkan KPK dan pengadilan bekerja, dan nanti apabila mereka yang disebut dalam dakwaan tidak terbukti terlibat, maka perlu ada proses pemulihan nama baik dan hak lainnya," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengajak para anggota DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki secara menyeluruh masalah yang terjadi pada pengadaan e-KTP.
Fahri menduga ada yang tidak beres dalam proses pengusutan kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut.
(Baca juga: Ini Alasan Fahri Hamzah Usulkan Hak Angket Kasus E-KTP)
Dia kemudian menganalogikan, apa yang dilakukan KPK saat ini dengan kasus korupsi daging sapi yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq pada 2013 lalu.
Saat itu, ada banyak politisi yang namanya disebut, tapi hanya Lutfi yang divonis. Namun, nama-nama politisi yang sudah beredar di ruang publik terlanjur rusak.
"Sebab kecurigaan saya ini ada yang menyelundupkan keterangan-keterangan ke dalam lembaran negara, kemudian dibawa ke ruang sidang, jadi sumber kepusingan kita secara nasional," ucap Fahri.