Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Luhut Disebut dalam Sidang Kasus Suap Pejabat Pajak

Kompas.com - 13/03/2017, 22:55 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Luhut Binsar Pandjaitan disebut dalam persidangan kasus suap pejabat pajak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/3/2017). Luhut disebut pernah meminta agar Direktorat Jenderal Pajak membatalkan surat pencabutan pengusaha kena pajak (PKP) terhadap sejumlah perusahaan Jepang.

Hal itu dikatakan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv, saat bersaksi bagi terdakwa Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia R Rajamohanan Nair.

Menurut Haniv, saat itu Luhut masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Saya dipanggil Pak Luhut. Jadi waktu itu dipanggil Pak dirjen, tapi saya yang dipanggil," kata Haniv kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/13/2017).
Menurut Haniv, saat itu di kantor Luhut ada Duta Besar Jepang dan beberapa wajib pajak perusahaan Jepang.

Luhut meminta agar masalah pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dapat diatasi dengan segera.

Haniv kemudian menyanggupi permintaan Luhut tersebut.

(Baca: Temui Adik Ipar Jokowi, Penyuap Pejabat Pajak Bawa Rp 1,5 Miliar)

Haniv mengatakan, sebelumnya ia juga mendapat banyak keluhan dari pengusaha asal Jepang dan Korea, termasuk PT EKP soal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pencabutan PKP itu dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata.

"Pak Luhut bilang, 'Ini Dubes Jepang sudah ke Presiden, Kau harus selesaikan ini. Sore ini bisa kau selesaikan?'" Kata Haniv.

(Baca: Uang Rp 6 Miliar Disiapkan untuk Suap Kakanwil Pajak DKI)

Setelah pertemuan itu, Haniv kemudian menghubungi Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Tak lama kemudian, pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dilakukan.

"Saat itu, semua pengusaha Jepang datang ke saya, bilang terima kasih," kata Haniv.

Dalam kasus ini, Haniv diduga berkepentingan dalam pembatalan tagihan pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar. Haniv  diduga memerintahkan Kepala KPP PMA Enam Johny Sirait untuk membatalkan pencabutan PKP PT Eka Prima Ekspor Indonesia.

Namun, saat menjadi saksi dalam persidangan, Haniv menjelaskan bahwa surat tagihan pajak (STP) sebesar Rp 78 miliar dan pencabutan PKP terhadap PT Eka Prima, dikeluarkan tanpa mengikuti prosedur yang benar.

Kompas TV KPK menyebut nama adik ipar Presiden Joko Widodo sebagai orang yang patut diselidiki dalam kasus dugaan suap kasubdit ditjen pajak Kementrian Keuangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com