Menindaklanjuti hal itu, Adami Okta kemudian menyerahkan uang Rp 24 miliar kepada Ali Fahmi.
Selanjutnya, Fahmi mengikuti proses lelang pengadaan monitoring satelit dan drone di Bakamla.
Fahmi diberitahu oleh Ali bahwa pengadaan monitoring satelit akan dilaksanakan oleh PT Melati Technofo, sementara pengadaan drone akan dilakukan PT Merial Esa.
Kemudian, sekitar bulan Oktober 2016, di ruangan Kepala Bakamla, Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas jatah 7,5 persen untuk Bakamla.
Ari Soedewo kemudian meminta agar fee sebesar 2 persen dibayarkan lebih dulu.
"Setelah itu Adami Okta berjanji akan memberikan sebesar 2 persen terlebih dulu," kata jaksa KPK.
Setelah beberapa kali pertemuan, Fahmi melalui dua pegawainya menindaklanjuti permintaan Kepala Bakamla dan Eko Susilo Hadi.
Dalam surat dakwaan, total suap yang diberikan Fahmi secara bertahap sebesar 309.500 dollar Singapura, 88.500 dollar AS, 10.000 Euro dan Rp 120 juta.
Atas perbuatan tersebut, Fahmi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.