Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto di Pusaran Kasus Korupsi...

Kompas.com - 13/03/2017, 09:43 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

Kompas TV Setya Novanto yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR menjawab isi dakwaan korupsi KTP elektronik.

Di antaranya, mempertanyakan kedudukan hukum Sudirman sebagai pelapor dan mempertanyakan legalitas rekaman milik Maroef Sjamsoeddin. Sudirman dinilai tak memiliki kedudukan hukum untuk melaporkan Novanto ke MKD karena posisinya selaku menteri.

Sedangkan rekaman Maroef sempat dinilai ilegal karena dilakukan tanpa izin pengadilan dan bukan oleh penegak hukum. Pada akhirnya sidang MKD terus berjalan meski diselingi dengan berbagai drama.

Selain di MKD, kasus "Papa Minta Saham" ini juga ditangani oleh Kejaksaan Agung. Kejagung melihat ada unsur permufakatan jahat sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Hasil sidang MKD menyisakan dua kubu, yakni mereka yang meminta agar Novanto diberi sanksi berat dan sedang.

Sesaat sebelum menentukan sanksi yang akan diberikan, secara mengejutkan, Novanto dikabarkan telah melayangkan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR.

Sidang berakhir antiklimaks. Dari hasil rapat tertutup, diputuskan kasus Novanto ditutup karena ia telah mengundurkan diri.

Selain itu, judicial review yang diajukan Novanto ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga dikabulkan. Uji materi itu terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.

Hal itu diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyebutkan bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan sah.

MK menyatakan penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE.

Dengan demikian Novanto dianggap terbebas dari jerat etik dan hukum dalam kasus "Papa minta saham".

Bahkan dengan adanya putusan MK tersebut, MKD memulihkan nama baik Novanto, sebab persidangan MKD sebelumnya dianggap tidak sah karena menggunakan rekaman Maroef yang dinilai ilegal.

Pemulihan nama baik Novanto oleh MKD sekaligus menjadi titik awal kembalinya Novanto ke kursi Ketua DPR. (Baca: MKD Pulihkan Nama Baik Setya Novanto di Kasus "Papa Minta Saham")

Ini berkat surat dukungan dari Fraksi Partai Golkar, meneruskan hasil rapat pleno DPP Partai Golkar yang meminta Novanto kembali menjabat Ketua DPR.

Kali ini, dalam korupsi proyek pengadaan E-KTP, Novanto disebut memiliki peran penting dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (kasus korupsi e-KTP), terutama dalam proses penganggaran di Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK dalam Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Halaman:


Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com