JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan meminta agar kasus dugaan korupsi tak menghambat pelayanan E-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Sebab, e-KTP dinilai sudah menjasu kebutuhan pokok masyarakat.
"Saya mohon sekali penegakan hukum jalan terus tapi proyek pemenuhan kebutuhan hak konstitusional rakyat terhadap e-KTP jangan terhambat," ujar Arteria dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2017).
Ia mencontohkan, dalam beberapa undang-undang telah disyaratkan berbasis e-KTP. Misalnya, pemilih dalam pemilu harus menggunakan e-KTP, hibah bansos, pelayanan perbankan, hingga surat keterangan memilih dalam pemilu juga di beberapa tempat mensyaratkan e-KTP.
Arteria menegaskan, dirinya dan Komisi II DPR saat ini akan terus mengawal dan memastikan agar proses hukum terus berjalan namun persoalan e-KTP dituntaskan setidaknya pertengahan tahun 2017.
(Baca: Rakyat Masih Sulit Dapat E-KTP, Jokowi Minta Maaf)
"Penegakan hukun jangan sampai menciderai hak-hak konstitusional warga negara," kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Ia juga mendorong agar proses hukum kasus e-KTP disegerakan dan tak ditunda-tunda. Sebab, jika masuk ke tahun 2018 apalagi menjelang momentum Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019, isu tersebut bisa dipolitisasi. Bagi pihak-pihak yang dianggap terlibat juga diproses secara hukum.
"Tapi tetap KPK mengedepankan prinsip kecermatan," tuturnya.
Puluhan orang diduga turut menikmati "fee" proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). "Fee" yang berasal dari hasil penggelembungan anggaran e-KTP ini mengalir ke pejabat Kementerian Dalam Negeri hingga ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(Baca: Mendagri: Perekaman Data E-KTP Tetap Berjalan)
Jumlah "fee" yang diterima beragam mulai dari ratusan juta hingga miliaran. Suap ditujukan untuk memuluskan penganggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapat bagian paling besar yakni 5,5 juta dollar AS atau setara Rp 53,35 miliar.
Selanjutnya, suap dalam jumlah besar juga diiterima oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri. Gamawan disebut menerima 4,5 juta dollar dan Rp 50 juta. Total uang yang diterima Gamawan adalah Rp 43,7 miliar.
Adapun alam dakwaan persidangan Kamis (9/3/2017), beberapa nama politisi PDI-P yang terlibat di antaranya Olly Dondokambey, Arif Wibowo, Ganjar Pranowo, dan Yasonna Laoly.