JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI, Marzuki Alie, melaporkan tiga orang atas penyebutan namanya dalam dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik.
Laporan tersebut diajukan ke Bareskrim Polri dengan nomor bukti lapor TBL/171/III/2017, Jumat (10/3/2017).
Dua dari tiga orang yang dilaporkan itu merupakan terdakwa dalam kasus e-KTP, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
"Iya, termasuk dua terdakwa," ujar Marzuki, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Satu terlapor lagi yaitu, Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang ditunjuk langsung untuk menjadi perusahaan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.
(Baca: Marzuki Alie Disebut Terima Rp 20 Miliar dalam Kasus Korupsi E-KTP)
Marzuki membantah telah menerima uang dari Andi ataupun mengenalnya.
"Kenal saja enggak. Bagaimana bentuk mukanya, bagaimana sosoknya. Saya baru tahu namanya kemarin," kata Marzuki.
Marzuki mengatakan, proyek e-KTP ditangani oleh Komisi II DPR RI periode 2009-2014.
Komisi tersebut dibawahi oleh Wakil Ketua DPR.
"Jadi saya (sebagai Ketua DPR) enggak membawahi komisi sama sekali," kata Marzuki.
Ia juga mengaku tak mengenal kedua terdakwa.
Selama penyidikan KPK, Marzuki mengaku tak pernah ada panggilan untuk pemeriksaan.
"Saya tidak pernah dipanggil KPK, dan saya pastikan itu tidak benar," kata Marzuki.
Marzuki melaporkan ketiga orang itu atas dugaan melanggar Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, dan Pasal 311 KUHP tentang Fitnah.
(Baca: Tak Terima Disebut Terlibat Korupsi E-KTP, Marzuki Alie Lapor Polisi)
Selain itu, ia juga melaporkan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 1.
Dalam surat dakwaan disebutkan, Andi menyampaikan kepada Sugiharto bahwa untuk kepentingan penganggaran di DPR, ia akan memberikan uang sebesar Rp 520 miliar kepada beberapa pihak.
Salah satunya kepada Marzuki sebesar Rp 20 miliar.
Dalam kasus ini, Sugiharto dan Irman didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.
Menurut jaksa, kedua terdakwa diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Proyek e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).
Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra. Nilai proyek multiyears pengadaan e-KTP lebih dari Rp 6 triliun.
Namun, hanya 51 persen anggaran yang digunakan untuk proyek e-KTP.
Sementara sisanya dibagikan untuk anggota DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri, hingga perusahaan.