(Baca: Ganjar Pranowo Membantah dan Tegaskan Tak Terima Uang Proyek E-KTP)
Hingga Kamis (9/3/2017), Kompas.com telah mengumpulkan sejumlah bantahan dari sebagian nama yang ikut disebut dalam dakwaan.
Sejumlah nama-nama yang disebut dalam daftar memang sudah pernah dipanggil dan menjalani pemeriksaan di KPK. Namun, sebagian yang lain juga belum.
Cerita ironis sekaligus kontradiktif muncul pula dari pembacaan dakwaan ini. Jauh-jauh hari, teriakan soal dugaan penyimpangan proyek e-KTP sudah ada, tak terkecuali dari parlemen.
Adalah Arif Wibowo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi salah satu yang lantang meminta penggarapan proyek e-KTP dihentikan dulu sementara.
Harian Kompas edisi 11 Agustus 2011, misalnya, mengutip panjang lebar pernyataan Arif soal itu. ”Evaluasi diperlukan mengingat banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan program e-KTP,” kata dia, yang waktu itu menjabat Ketua Kelompok Kerja Fraksi PDI-P di Komisi II DPR, Rabu (10/8/2011).
Menurut Arif, proses lelang atau tender proyek saja sudah bermasalah. Kementerian Dalam Negeri dinilai melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah.
Arif menengarai, kementerian tersebut menggagalkan sejumlah konsorsium peserta tender dengan dalih tidak lolos administrasi. Padahal, konsorsium itu menawarkan sistem dan teknologi yang relatif baik.
Arif juga menilai Kementerian Dalam Negeri tidak akurat dalam menentukan jumlah peralatan yang dibutuhkan untuk pendataan. Percetakan Negara RI sebagai pemenang tender hanya menyiapkan dua unit alat per kecamatan, yang masing-masing hanya mampu memproduksi 240 e-KTP per hari per 10 jam produksi.
Seharusnya, per hari setiap kecamatan memasukkan data 317 jiwa penduduk karena target jumlah penduduk yang didata 67 juta jiwa hingga akhir 2011. Selain itu, perusahaan yang ditetapkan sebagai pelaksana jaringan internet juga perusahaan yang gagal melakukan uji petik pada 2009.
Kualitas sistem e-KTP juga diragukan karena panitia proyek hanya melakukan uji petik terhadap 150.000 KTP. Sejumlah media lain pernah pula mengangkat kritik tersebut, termasuk soal gelagat pemborosan anggaran yang berpotensi koruptif di proyek e-KTP.
Nah, sub-drama dari sidang kasus dugaan korupsi dalam proyek e-KTP ini adalah nama Arif menjadi salah satu yang disebut menerima aliran dana dalam dakwaan jaksa KPK.
“(Pernah dipanggil KPK), tapi surat panggilannya datang jam 14.00 siang, saya baru tahu jam 20.00 malam, sementara harus menghadap jam 10.00 pagi,” tulis dia, Jumat (10/3/2017) dini hari. Pemanggilan itu, sebut dia, terjadi pada Desember 2016.
Dari penelusuran dan catatan Kompas.com, KPK memang pernah memanggil Arif. Panggilan pertama adalah pada 9 Desember 2016, yang tidak dia penuhi karena sakit. Adapun soal surat yang datang telat itu merupakan panggilan kedua, untuk jadwal pemeriksaan 13 Desember 2016.
“Besoknya saya minta diperiksa tapi nggak diperiksa. Setelah itu nggak ada panggilan lagi,” lanjut dia.
(Baca juga: Datangi KPK, Arif Wibowo Bantah Mangkir dari Pemeriksaan)