JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, pemerintah akan segera menentukan sikap terkait Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Teten, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan akan berkoordinasi dengan sejumlah kementerian terkait sebelum memberikan jawaban kepada DPR apakah RUU ini jadi dibahas bersama atau tidak.
Sikap pemerintah tersebut akan berpijak pada hasil kajian dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertanian.
"Nanti Pak Wiranto akan koordinasi untuk menentukan sikap pemerintah seperti apa. Karena kan harus ada kajian dari Kemenkes, Kemenperin, Kemenkeu, termasuk dari Kemendagri, dan Kementan. Nanti masih akan kami bahas," ujar Teten, saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (9/3/2017).
(Baca: RUU Pertembakauan, Akankah Presiden Benar-benar Berpihak pada Rakyat?)
Teten mengakui, saat ini pemerintah belum satu suara dalam menanggapi RUU Pertembakauan.
Sebab, RUU Pertembakauan akan mengatur banyak aspek, antara lain kesehatan, pemasukan negara, industri, petani tembakau dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Sementara itu, di tengah pro dan kontra RUU Pertembakauan, pemerintah dituntut bersikap obyektif.
"Industri rokok kan sangat penting dan itu merupakan industri yang mungkin dari A sampai Z-nya kita kuasai. Tapi kan juga banyak hal yang harus kita perhatikan dari aspek kesehatan dan aspek lainnya. Jadi posisi pemerintah harus objektif melihat ini," kata Teten.
Sejak diusulkan oleh DPR, RUU Pertembakauan telah memicu polemik.
Menentang RUU Pertembakauan
Sejumlah organisasi kesehatan menentang RUU yang diklaim mengakomodasi kepentingan industri rokok, petani tembakau, dan kesehatan masyarakat itu.
Bahkan, kalangan praktisi hukum menilai, RUU ini bertentangan dengan 14 undang-undang lain.
Presiden Joko Widodo memiliki waktu hingga 19 Maret 2017 untuk memberikan jawaban kepada DPR apakah RUU ini jadi dibahas bersama antara pemerintah dengan DPR atau tidak.
(Baca: RUU Pertembakauan: Ke Mana Arah Pemerintah Berpihak?)
Kalangan yang kontra dengan RUU ini pun mengingatkan Presiden untuk konsisten pada keberpihakannya terhadap kepentingan kesehatan masyarakat.
Klaim perlindungan petani dalam RUU Pertembakauan dinilai hanyalah topeng untuk mendorong produksi rokok.
Mereka yang menentang RUU Pertembakauan malah dinilai tidak mendukung petani menanam tembakau.
Padahal, penolakan terhadap RUU Pertembakauan bukan berarti pelarangan petani menanam tembakau atau bahkan pelarangan orang merokok.
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Emil Salim, pernah mengungkapkan beberapa alasan penolakan RUU Pertembakauan.
Pertama, pemerintah harus menunjukkan sikap pemihakan, terutama pada kualitas kesehatan generasi muda emas Indonesia yang dapat membawa Indonesia ke tahapan lepas landas 2045.
Indonesia membutuhkan generasi yang tinggi kualitas kesehatan jasmaniah dan rohaniahnya. Pembangunan adalah hasil karya manusia yang cerdas dan sehat serta terdidik.
Oleh karena itu, pola pembangunan perlu menekankan pengembangan kualitas jasmaniah dan rohaniah generasi emas pada khususnya dan seluruh rakyat pada umumnya.
Kedua, RUU Pertembakauan ini ingin mengangkat "tembakau sebagai warisan budaya" untuk membenarkan kehadiran industri rokok sebagai wahana kebudayaan.
Secara gamblang RUU Pertembakauan mengakui bahwa tembakau yang dimaksud adalah hasil dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan species lainnya yang mengandung nikotin dan tar.
Sementara, dalam UU Kesehatan sudah dinyatakan bahwa nikotin memuat zat adiktif sehingga konsumsinya perlu dikendalikan melalui tindakan kesehatan dan pengenaan cukai tembakau.
Ketiga, isi RUU Pertembakauan terletak pada peningkatan kuantum produksi tembakau yang kemudian disusul dengan rumusan "pengendalian konsumsi produksi tembakau untuk melindungi dan menjamin kesehatan setiap warga negara".
Pengendalian konsumsi produk tembakau dilakukan melalui pengaturan yang secara terbatas mencakup hanya "pengaturan penjualan iklan, promosi, sponsor dan penerapan kawasan tanpa asap Rokok".
Menurut Emil, rumusan peraturan ini menjebak.
Di satu pihak ada maksud mengendalikan konsumsi produk tembakau, di lain pihak ada maksud meningkatkan kuantum produksi tembakau.
"Ada sifat ambilvalen dalam RUU Pertembakauan, di satu sisi tancap gas memenuhi keinginan industri rokok dan di lain pihak mengerem perokok atas dalih kesehatan. Bagaimana menjelaskan ambivalensi perumusan dua hal yang bertentangan dalam satu RUU," ujar Emil, seperti dikutip dari Harian Kompas edisi 23 Februari 2017.
http://nasional.kompas.com/read/2017/03/09/15194771/sby.usul.ada.klub.presiden.dan.mantan.presiden.jokowi.tertawa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.