Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/03/2017, 12:00 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai lembaga peradilan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat diawasi oleh lembaga lainnya, termasuk oleh Komisi Yudisial (KY).

Hal ini disampaikan Arief saat membuka acara diskusi publik bertajuk "Mendengar Konstitusi: Ikhtiar Menjaga Integritas dan Profesionalitas" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Arief mengatakan hal ini bermaksud menjawab desakan sejumlah pihak yang menilai perlunya pengawasan terhadap MK.

Terlebih setelah adanya kasus suap yang menjerat dua mantan hakim konstitusi, yakni Akil Mochtar dan Patrialis Akbar.

"Salah satu hal yang terus mengemuka ialah persoalan klasik ihwal 'pengawasan hakim konstitusi'," kata Arief.

Menurut Arief, setelah adanya putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 jelas menegaskan bahwa secara formal, aturan pengawas terhadap hakim konstitusi oleh KY tidak lagi berlaku.

Di sisi lain, menurut Arief, menjadi tidak tepat jika MK sebagai lembaga peradilan yang sedianya Independen dan terbebas dari intervensi justru diawasi.

"Bertolak dari dua sisi tersebut, pertama sudah sangat jelas, berdasarkan putusan tersebut, dengan menggunakan tafsir sitematik maupun oroginal intent, Mahkamah Konstitusi tidak dapat 'diawasi' oleh Komisi Yudisial," kata Arief.

Dengan kata lain, kata Arief, KY didesain untuk 'mengawasi' hakim pada lingkungan Mahkamah Agung. KY tidak didesain untuk 'mengawasi' MK.

Arief melanjutkan, dalam UUD 1945 tidak dijumpai terminologi pengawasan hakim, melainkan 'menjaga'. Terminologi antara 'mengawasi' dan 'menjaga' mempunyai implikasi berbeda.

Kata 'menjaga', menurut Arief, mengandung persepsi pencegahan dan koordinasi. Sementara kata 'megawasi' memuat persepsi 'penindakan' dan 'subordinasi'.

"Mestinya, kata 'menjaga' digunakan daripada 'mengawasi', sebab UUD 1945 menentukan demikian. Dalam hal ini, Hakim Konstitusi haruslah dijaga kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilakunya, bukan diawasi," kata Arief.

Namun, dalam rangka pembenahan untuk mencapai bentuk lembaga peradilan konstitusi yang ideal, kata Arief, pihaknya juga membutuhkan saran dan masukan dari berbagai pihak. MK akan terbuka menanggapi hal tersebut.

"Saran dan masukan sangat penting untuk membangun mentalitas yang memaksimalkan kontrol dan koreksi diri, serta kesadaran yang matang bagi diterapkan dan dikuatkannya budaya integritas dan zina bebas korupsi di Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com