DEPOK, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menyatakan partainya akan memberi sanksi tegas bila ada kader PKS di legislatif yang terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP. Sanksi itu bisa berupa pemecatan kader dari seluruh jabatan politik dan kepartaian.
"Kalau dulu status tersangka kami minta mundur. Tapi karena ada yurispedensi baru yaitu adanya praperadilan, kami berikan dulu hak itu," kata Sohibul saat ditemui di Depok, Rabu (8/3/2017).
"Bila praperadilan dia kalah dan prosesnya berlanjut ke persidangan, saya kira di situ kami minta dia mundur, kalau dia tidak mau mundur kami berhentikan," lanjut Sohibul.
Ia menambahkan partainya mendukung penuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses kasus tersebut karena kerugian yang ditimbulkan sangat besar, yakni mencapai Rp 2,3 triliun.
(Baca: KPK: Ada Praktik Ijon dalam Kasus Korupsi E-KTP)
Ia pun mengatakan jumlah kerugian sebesar itu menunjukan korupsi pengadaan e-KTP merupakan kejahatan luar biasa yang harus diungkap.
"Saya sudah sampaikan berulang kali bahwa PKS sangat mendorong proses penegakan hukum dalam kasus ini," lanjut dia.
Sebelumnya Sohibul mengatakan, ada dua mantan anggota DPR PKS yang namanya disebut menerima uang dalam proyek tersebut, yakni GS dan AP.
Sohibul melanjutkan, dirinya telah mengklarifikasi ihwal keterlibatan dua nama tersebut dalam korupsi E-KTP. Keduanya mengaku tak menerima uang dari pengadaan e-KTP.
(Baca: Menanti Pengungkapan Skandal Korupsi E-KTP)
"Namun, biar bagaiamanapun, pada prinsipnya PKS mendukung penuh langkah KPK untuk memproses keduanya bila terbukti terlibat," lanjut Sohibul.
Dalam kasus e-KTP, KPK menetapkan dua tersangka, yakni Sugiharto, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto serta Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut, kasus tersebut diduga melibatkan banyak pihak, diantaranya nama-nama besar. Persidangan kasus ini akan dimulai Kamis (9/3/2017) di Pengadilan Tipikor, Jakarta.