Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Pol Rikwanto mengatakan, Mabes Polri menerima laporan terkait dugaan penyebaran informasi tidak benar atau hoaks.
Informasi tersebut mayoritas tersebar di dunia maya.
"Di Mabes ada 4.000 laporan tentang hoaks. Ada ujaran kebencian, ada fitnah, dan lain-lain," ujar Rikwanto dalam diskusi bertajuk "Mengupas Jurnalisme Hoax" di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Sabtu (4/3/2017).
Dari jumlah itu, baru sekitar 400 kasus yang ditangani Mabes Polri dengan pengenaan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
(Baca: Hoaks Sering Bermula dari Niat "Lucu-lucuan")
Itu, kata Rikwanto, lantaran banyaknya laporan yang masuk tidak seimbang dengan jumlah sumber daya penyidik di Bareskrim.
Oleh karena itu, seiring penindakan, upaya pencegahan juga dilakukan agar penyebaran informasi hoaks bisa ditekan.
"Motifnya buat senang-senang saja, atau tidak suka sama A atau B," kata Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, penyebar konten hoaks mencari momentum untuk melancarkan aksinya.
Belakangan banyak laporan masuk ke Mabes Polri karena adanya Pilkada serentak.
Biasanya, kata dia, ada orang yang dibayar atau atas kehendaknya sendiri menyebarkan tulisan atau gambar yang memojokkan calon tertentu.
Padahal informasi yang beredar itu tidak jelas akurasinya.
"Ada juga yang jadi joki politik. Disinyalir ada kemampuan jurnalistik dan IT juga yang membuat hoax," kata dia.
Rikwanto mengatakan, tenaga dan waktu Polri akan terkuras jika seluruh hoaks tersebut ditelusuri dan dicari pelakunya.
Baru-baru ini, Polri mengecap stempel hoaks pada berita atau konten yang tidak benar.
Informasi berlabel "hoaks" tersebut kemudian diunggah di akun media sosial Divisi Humas Mabes Polri.
Tujuannya, kata Rikwanto, untuk mengedukasi masyarakat mana berita sesungguhnya, mana berita hoaks.
(Baca: Putaran Kedua, Warga DKI Diharapkan Tidak Lagi Termakan Hoaks)
"Capek sekali polisi kalau cari pelaku penyebar hoax di medsos. Kita stempel saja lah, stempel hoaks. Berita yang kita selidiki tidak benar, kita stempel," kata Rikwanto.
Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Imam Wahyudi mengatakan, pengguna media sosial masih banyak yang tidak menyadari pentingnya kroscek informasi yang beredar.
Karena informasi di media sosial sulit dibendung, maka tak heran suatu konten hoax bisa cepat beredar. "Netizen kita cenderung share dan komentar tanpa baca isinya," kata Imam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.