JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pemilu Ramlan Surbakti menilai, rencana pemerintah dan DPR menerapkan e-voting pada Pemilu 2019 tidak relevan dengan permasalahan kepemiluan di Indonesia.
Pemerintah dan DPR bersikeras menerapkan sistem baru ini karena menganggap e-voting bisa meminimalisir kecurangan dan mempercepat proses penghitungan serta rekapitulasi suara.
Selain itu, Ramlan menilai, alasan pemerintah bahwa masyarakat sudah siap melaksanakan sistem pemungutan suara secara elektronik juga tidak tepat jika hanya berkaca pada keberhasilan e-voting dalam pemilihan kepala desa di Boalemo, Gorontalo.
"Alasan penerapan teknologi informasi pada pemilu itu tidak bergantung pada kesiapan masyarakatnya, tapi pada permasalahan kepemiluan yang dialami," kata Ramlan, saat dihubungi, Jum'at, (3/3/2017).
Menurut dia, sistem pemilihan yang berjalan saat ini cukup baik. Sistem pencoblosan dan penghitungan suara manual di Indonesia merupakan praktik yang terbaik di dunia.
(Baca: KPU: Penerapan "E-voting" Tidak Mendesak)
"Metode pencoblosan dan penghitungan suara kita yang manual itu di dunia diakui sebagai yang terbaik. Tunisia dan Myanmar saja yang baru mengalami pemilu demokratis kemarin meniru cara kita," papar Ramlan.
Ramlan mengatakan, model pencoblosan dan penghitungan suara manual justru bisa lebih meminimalisir kecurangan dan kesalahan ketimbang sistem e-voting.
Sistem elektronik dinilainya memiliki berbagai kelemahan.
Selain itu, kata Ramlan, penerapan e-voting akan diikuti dengan e-counting untuk penghitungan suara.
Penerapan e-counting juga dianggapnya tidak transparan dan rawan terjadi kecurangan karena tak ada kontrol langsung dari masyarakat.
"Nah, proses penghitungan suara di Indonesia dengan disaksikan oleh saksi dari partai dan masyarakat luas, itu satu-satunya di dunia dan dianggap yang terbaik di dunia oleh para ahli pemilu internasional," ujar Ramlan.
(Baca: Perlukah Penerapan "E-voting" pada Pemilu di Indonesia?)
"Sebab kecurangan akan terminimalisir karena disaksikan orang banyak. Di negara lain paling proses penghitungan suara hanya disaksikan petugas dan penyelenggara pemilu saja. Masa sesuatu yang sudah dianggap terbaik di dunia mau kita ganti," lanjut Ramlan.
Oleh karena itu, rencana DPR melakukan kunjungan kerja ke Jerman pada 11-16 Maret mendatang, dipertanyakan.