JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil beberapa pejabat dan mantan pejabat PT Garuda Indonesia, Jumat (3/3/2017).
Beberapa pejabat maskapai pelat merah tersebut akan diperiksa untuk tersangka mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Pertama, KPK memanggil Richard Budianto yang merupakan mantan Direktur Utama Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia PT Garuda Indonesia.
(Baca: Mantan Anak Buah Emirsyah Satar Bantah Terlibat Suap)
Kemudian, KPK memanggil VP Corporate Planning PT Garuda Indonesia Setijo Wibowo.
Sejumlah saksi yang diperiksa KPK dalam beberapa hari terakhir merupakan pejabat yang menangani bidang perawatan di PT Garuda Indonesia.
Menurut Febri, saat ini penyidik berupaya membuktikan adanya kaitan antara suap dan pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Namun, tidak menutup kemungkinan penyidik menemukan indikasi lain yang terkait dengan suap yang diterima Emirsyah Satar.
Misalnya, penyidik akan mendalami apakah perjanjian kerja sama dengan pihak penyedia mesin pesawat termasuk perawatan mesin.
"Kami akan dalami apakah ada klausul yang mencakup pelayaan setelah barang disampaikan pada Garuda, atau ada klausul tentang pemeliharaan. Tapi, sejauh ini transaksi baru terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat," kata Febri.
Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset yang nilainya diduga lebih dari 4 juta dollar AS, atau setara Rp 52 miliar dari perusahaan asal Inggris Rolls-Royce.
(Baca: Emirsyah Satar Tak Ingin Kasusnya Ganggu Kinerja Garuda Indonesia)
Selain Emir, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. Soetikno yang merupakan beneficial owner Connaught International Pte Ltd, diduga bertindak sebagai perantara suap.
KPK menduga suap tersebut terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014.
Uang dan aset yang diberikan kepada Emir diduga diberikan Rolls-Royce agar perusahaan asal Inggris tersebut menjadi penyedia mesin bagi maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia.