JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv, berperan terhadap hilangnya penerimaan negara sebesar Rp 78 miliar.
Penerimaan itu seharusnya berasal dari wajib pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia.
Hal itu terungkap dalam persidangan terhadap terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia R Rajamohanan Nair.
Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam, Johnny Sirait.
"Iya, memang ini seharusnya masuk ke kas negara," ujar Johnny, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/2/2017).
PT EKP awalnya menghadapi beberapa persoalan pajak.
Salah satunya, terkait restitusi pajak periode Januari 2012-Desember 2014 sebesar Rp 3,5 miliar. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam.
Namun, permohonan restitusi itu ditolak, karena PT EKP ternyata memiliki tunggakan pajak sebagaimana tercantum dalam STP PPN tanggal 6 September 2016.
Tunggakan tersebut sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.
KPP PMA Enam juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP.
Alasannya, PT EKP diduga tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya.
Namun, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv menginstruksikan agar pencabutan PKP terhadap PT EKP dibatalkan.
Menurut Johnny, permintaan pembatalan PKP disampaikan langsung Haniv kepada dirinya.
"Karena ada instruksi dari Pak Kanwil," kata Johnny.
Menurut Johnny, KPP PMA Enam tidak mengetahui alasan Haniv meminta PKP terhadap PT EKP dibatalkan. Permintaan itu hanya disampaikan Haniv tanpa memberikan penjelasan yang jelas.