JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo belum bisa memastikan kapan eksekusi hukuman mati jilid IV dilaksanakan. Menurut Jaksa Agung, butuh banyak pertimbangan untuk melakukan ekeskusi.
Selain itu, juga ada hal yang diprioritaskan oleh pemerintah selain hukuman mati.
"Banyak hal yang kami perhitungkan. Termasuk negara sedang konsentrasi untuk perbaikan ekonomi, kita sedang menata kehidupan politik lebih baik," kata Prasetyo, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (24/2/2017).
Menurut Prasetyo, penerapan hukuman mati masih menjadi pro dan kontra. Dia mengatakan, hukuman mati yang dilakukan tanpa perhitungan dan pertimbangan yang matang akan berdampak negatif bagi negara secara keseluruhan.
(Baca: Soal Eksekusi Hukuman Mati, Jaksa Agung Minta Fatwa ke MA)
"Jangan sampai apa yang kita lakukan nantinya memberi pengaruh kurang positif," kata Prasetyo.
Namun demikian, Prasetyo memastikan, eksekusi hukuman mati akan tetap dilaksanakan.
Sebab, menurut dia, hukuman mati merupakan bentuk semangat pemerintah dalam upaya memberantas kejahatan luar biasa, khususnya terkait narkotika.
"Jadi tetap akan dilaksanakan, hanya waktunya belum ditentukan," ujarnya.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam tiga gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
(Baca: Kejagung Tengah Persiapkan Eksekusi Mati Jilid IV)
Gelombang ketiga yang dilaksanakan pada Jumat (29/7/2016), empat terpidana yang dieksekusi.
Sementara itu, jumlah terpidana mati terus bertambah. Dalam laporan kinerja Mahkamah Agung pada 2016, MA menerima 1.111 perkara narkotika di tingkat kasasi. Sebanyak 787 di antaranya telah diputus oleh majelis hakim.
Dari jumlah tersebut, MA menjatuhkan hukuman mati terhadap 25 terpidana dan hukuman seumur hidup terhadap 45 terpidana.