JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid menilai kedatangan Raja Arab Salman bin Abdul Aziz ke Indonesia sebagai penanda membaiknya hubungan diplomatik kedua negara.
Ia menyatakan kunjungan Raja Salman ini merupakan kedatangan Raja Arab Saudi yang pertama sejak 47 tahun terakhir.
"Hubungan kedua negara memang tidak selamanya terjalin dengan sangat baik. Beberapa kali terjadi perbedaan pendapat antar kedua negara, salah satunya adalah perbedaan terkait operasi bersama terhadap Yaman," papar Meutya melalui pesan singkat, Jumat (24/2/2017).
(Baca: Raja Salman Akan Pidato, Jalan Khusus ke Ruang Sidang Paripurna Dibuat)
Perbedaan lainnya yaitu Indonesia menjadi penengah terhadap konflik Arab Saudi dan Iran.
Hal itu, lanjut Meutya, membawa dampak kerawanan geopolitik di Timur Tengah, serta menimbulkan kembali konflik Sunni dan Syiah yang diwakili kedua negara.
"Sejatinya masalah hubungan bilateral kedua negara belum selesai, khususnya terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di Arab Saudi. Selain itu Beberapa WNI saat ini juga tengah menghadapi hukuman mati di negara tersebut," papar Meutya.
Ia menambahkan kedatangan Raja Salman membawa harapan baru akan hubungan kedua negara di masa yang akan datang.
Ia pun berharap kedekatan hubungan Indonesia dan Saudi Arabia seharusnya juga dapat memperkuat tekanan di dunia internasional terhadap kemerdekaan Palestina dari Israel.
(Baca: Tak Semua Rombongan Raja Salman Dijamu di Istana Bogor, Kenapa?)
"Dan tentunya kedatangan Raja Saudi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia serta negara Islam terbesar yang melaksanakan sistem demokrasi di negaranya," ujar politisi Golkar itu.
Raja Salman akan berkunjung ke Indonesia pada 1-9 Maret. Selain bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta, Raja Salman juga akan berlibur di Pulau Bali. Rombongan disebut berjumlah 1.500 orang.