Sekarang saja pemerintah sudah kewalahan menanggapi "ancaman narkotika" dan peran tembakau sebagai penggulung zat adiksi baru muncul dalam tembakau Gorila.
Dari sudut inilah RUU Pertembakauan menjerumuskan kita pada citra "tembakau sebagai warisan budaya nasional" yang menyesatkan dan karena itu harus ditolak.
Ketiga, isi RUU Pertembakauan terletak pada peningkatan kuantum produksi tembakau yang kemudian disusul dengan rumusan "pengendalian konsumsi produksi tembakau untuk melindungi dan menjamin kesehatan setiap warga negara".
Pengendalian konsumsi produk tembakau dilakukan melalui pengaturan yang secara terbatas mencakup hanya "pengaturan penjualan iklan, promosi, sponsor dan penerapan kawasan tanpa asap Rokok".
Rumusan peraturan ini menjebak kita masuk perangkap. Di satu pihak ada maksud mengendalikan konsumsi produk tembakau, di lain pihak ada maksud meningkatkan kuantum produksi tembakau.
Bagaimana menjelaskan ambivalensi perumusan dua hal yang bertentangan dalam satu RUU?
Secara terbatas pengendalian konsumsi produk tembakau ditempel melalui pengaturan penjualan, iklan promosi, sponsor dan penerapan kawasan tanpa asap rokok-hal yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah selama ini.
Yang ditonjolkan di sini bahwa pengendalian konsumsi produk tembakau bukan sasaran utama untuk melindungi dan menjamin kesehatan setiap warga.
Jika pertimbangan kesehatan yang ditampilkan, tempatnya tidak menyatu dalam RUU Pertembakauan yang justru ingin meningkatkan produksi dan konsumsi rokok dari tembakau-sebagai warisan budaya nasional.
Karena itu, ada sifat ambilvalen dalam RUU Pertembakauan, di satu sisi "tancap gas" memenuhi keinginan industri rokok dan di lain pihak "mengerem" perokok atas dalih "kesehatan".
Ancam generasi emas
Dan di sinilah termuat kelicikan dan bahayanya RUU Pertembakauan yang ingin mendorong industri rokok sekaligus untuk melindungi kesehatan warga menurut pola yang sudah dibatasi. Dua hal yang tak bisa dikompromikan.
Dan dikunci dalam ketentuan penutup yang mencabut berbagai ketentuan lain yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan pertembakauan ini.
Dengan diberlakukannya RUU Pertembakauan (jika diterima), peraturan perundang-undangan lain harus disesuaikan dengan UU Pertembakauan ini, termasuk hal-hal yang membatasi pengendalian konsumsi produk tembakau.
Karena itu, akan sangat menyedihkan jika Presiden dan para menteri Kabinet Kerja ikut terbenam dalam "kealpaan" dan menanggapi RUU Pertembakauan bikinan DPR sebagai hal serius dan secara sungguh-sungguh membahasnya bersama DPR.