JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menilai pemilih di DKI Jakarta lebih mempertimbangkan aspek kinerja ketimbang hal yang berbau suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Itu, kata Hasto, tampak dari hasil Pilkada DKI jakarta 2017. Pada ajang kontestasi pemilihan gubernur Ibu Kota itu, pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat meraih suara terbanyak atau 42,91 persen.
Baru kemudian, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (40,05 persen) dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (17,05 persen).
"Hal itu terlihat dari perolehan suara Ahok-Djarot yang unggul di Kepulauan Seribu dan Penjaringan," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/2/2017).
(Baca: Megawati: Ada Hal yang Dipolitisasi, Pilkada DKI Cukup Meriah)
Kepulauan Seribu adalah tempat di mana Ahok bicara soal surat Al Maidah ayat 51. Pidato Ahok tersebut berujung pada proses pidana dugaan penodaan agama yang menyeret Ahok.
Hasto menambahkan pada dasarnya Jakarta membutuhkan pemimpin yang berani mengambil risiko menghadapi banyak masalah perkotaan.
Ia mencontohkan dalam menghadapi banjir di Jakarta, seorang gubernur harus berani mengambil kebijakan yang tidak populer seperti merelokasi warga ke rumah susun.
Hal tersebut, lanjut Hasto, sudah dibuktikan oleh Ahok - Djarot.
"Rakyat melihat memimpin Jakarta perlu dengan ketegasan, meskipun dengan risiko tidak populer. Kami juga mendorong Ahok-Djarot untuk sampaikan ketegasan, jauh lebih penting ketimbang hanya populer," tutur Hasto.