Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Minta Kemendagri yang Jelaskan Isi Fatwa Terkait Status Ahok

Kompas.com - 20/02/2017, 18:46 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan fatwa terkait status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang diminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beberapa waktu lalu.

Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA Witanto mengatakan, fatwa tersebut sudah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo beberapa waktu lalu.

Namun, Witanto mengaku lupa mengenai kapan tepatnya fatwa tersebut disampaikan ke Kemendagri.

Meskipun demikian, kata Witanto, fatwa dibahas oleh internal MA pada Kamis (16/2/2017) lalu, atau satu hari setelah permintaan resmi terbitnya fatwa diajukan Tjahjo sebagai Menteri Dalam Negeri, Selasa (14/2/2017).

"Kalau per tanggal berapa dikirimnya saya kurang tahu. Minggu kemarin dibahasnya sih hari Kamis," kata Witanto saat dihubungi, Senin (20/2/2017).

(Baca: Tak Akan Ada Fatwa MA, Fahri Yakin Angket soal Ahok Lolos di Paripurna)

Ketika disinggung apa isi dari fatwa tersebut, Witanto meminta agar hal itu ditanyakan kepada Mendagri selaku pihak yang meminta fatwa.

"Tidak bisa dipublikasi oleh MA isi fatwanya, jadi pihak media langsung saja ke Mendagri, jadi pihak Mendagri yang memberikan klarifikasi. Kami tidak menyampaikan isi pendapat hukum itu karena persoalan etis karena yang meminta pihak Mendagri," kata Witanto.

Kemendagri sebelumnya meminta MA menerbitkan fatwa guna memperjelas ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Permintaan Fatwa disampaikan Kemendagri menyusul banyaknya desakan publik untuk memberhentikan sementara Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta lantaran telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penodaan agama.

Sementara Kemendagri hingga saat ini belum bisa memberhentikan Ahok karena Pasal 83 UU tentang Pemda mengatur bahwa pemberhentian sementara dapat dilakukan jika kepala daerah tersebut dituntut hukuman pidana selama lebih dari lima tahun.

(Baca: Ombudsman Sarankan Kemendagri Cepat Beri Kejelasan soal Status Ahok)

Adapun bunyi pasal tersebut yakni, "Seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI".

Dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Oleh karena itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa terkait pasal mana yang akan digunakan.

Kompas TV MA berhati-hati dalam mengkaji kasus Ahok karena tidak ingin mencederai indepensi peradilan yang saat ini bergulir

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com