JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), AM. Fatwa menilai, wajar vonis pengadilan yang mencabut hak politik mantan Ketua DPD, Irman Gusman.
Pencabutan hak politik itu berlaku sejak hukuman penjara Irman selama 4,5 tahun selesai dijalankan.
"Berlebihan tidak, dengan tiga tahun ini saya kira wajar lah," ujar Fatwa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/2/2017).
(baca: Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara)
Pencabutan hak politik selama tiga tahun itu dinilai wajar karena Irman saat ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berstatus sebagai kepala lembaga tinggi negara.
Namun, Fatwa mengaku tetap berempati dan menaruh simpati atas kasus korupsi yang menimpa Irman. Sebab, ia menilai, Irman selama ini telah berjasa memimpin DPD.
Saat ditanya pemberhentian Irman dari anggota DPD, Fatwa menjawab, saat ini BK DPD telah memberhentikan sementara sebagai anggota DPD.
Hal itu, kata Fatwa, didasari oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
(baca: Hakim Cabut Hak Politik Irman Gusman)
Dalam Undang-undang MD3 dinyatakan jika anggota DPD tersangkut kasus pidana dan telah memasuki masa persidangan maka harus diberhentikan sementara.
Sementara itu, untuk pemberhentian, Fatwa mengatakan hal itu harus menunggu keputusan berkekuatan hukum tetap.
Saat ditanya apakah ketika diberhentikan sementara Irman tetap mendapat gaji dan tunjangan, Fatwa menjawab keduanya tetap didapat Irman kecuali untuk dana reses.
"Iya, tetap dapat itu (gaji dan tunjangan), kecuali untuk reses," lanjut Fatwa.
Irman divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni penjara selama 7 tahun. Irman juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Majelis hakim mengabulkan tuntutan jaksa mengenai pencabutan hak politik Irman. Pencabutan hak politik Irman berlaku sejak tiga tahun setelah Irman selesai menjalani pidana pokok.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa Irman telah mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI.
Irman tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Irman tidak berterus terang dalam persidangan.
Irman terbukti menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi.
Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.