Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MKMK Terkait Patrialis Akbar Akan Diserahkan ke Jokowi

Kompas.com - 17/02/2017, 10:46 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyerahkan dokumen putusan terkait pelanggaran etik berat Hakim Konstitusi Patrialis Akbar kepada Ketua MK Arief Hidayat, Jumat (17/2/2017) pagi.

Dokumen tersebut diserahkan kepada ketua MK sehubungan dengan telah dilaksanakanya sidang putusan MKMK malam tadi.

Selain penjabaran bahwa Patrialis terbukti melanggar etik berat, salah satu poin dalam dokumen tersebut yakni rekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Patrialis diberhentikan secara tidak hormat.

"Dokumen (putusan MKMK) diserahkan kepada Ketua MK," kata Ketua MKMK Sukma Violetta melalui pesan singkat, Jumat.

Menurut Sukma, dengan diserahkannya dokumen tersebut, maka MKMK telah menyelesaikan tugasnya dan secara resmi dibubarkan.

Sementara itu, juru bicara MK, Fajar Laksono mengatakan, MK akan menyampaikan dokumen tersebut kepada Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

"MKMK sudah serahkan surat ke MK. Pagi ini, Pak Wakil Ketua MK (Anwar Usman) sampaikan surat MK mengenai usulan pemberhentian tidak dengan hormat ke Presiden melalui Mensesneg," kata Fajar.

Sebelumnya, MKMK memutuskan bahwa hakim konstitusi Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

(Baca: MKMK Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tidak Hormat kepada Patrialis)

Dalam pertimbangan hukum dan etika yang menjadi dasar pengambilan keputusan, MKMK menilai ada dua pelanggaran etik berat yang dilakukan Patrialis, yakni Patrialis terbukti melakukan pertemuan dan membahas putusan uji materi kepada pihak lain yang juga berkepentingan dengan uji materi tersebut.

Uji materi ini yakni perkara nomor 129/PUU/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Selain itu, Patrialis terbukti membocorkan informasi dan draf putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat rahasia.

Hal ini terungkap berdasarkan kesaksian Kamaluddin yang menyatakan bahwa ada pertemuan antara dirinya yang diduga sebagai perantara pemilik kepentingan dengan Patrialis di ruang kerja Patrialis.

Saat itu, setelah menunjukkan putusan uji materi, Patrialis juga mengizinkan agar draf putusan tersebut difoto.

(Baca: Kesaksian Perantara Suap, Patrialis Bolehkan Putusan Uji Materi Difoto)

Kamaluddin pun memfoto sebanyak dua kali dengan menggunakan smartphone pada bagian pertimbangan hukum dan amar putusan.

Setelah itu, Kamaluddin memberikan foto tersebut kepada Basuki Hariman selaku pemilik kepentingan terhadap uji materi tersebut.

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/1/2017).

Ia diduga menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar dari Basuki Hariman dan perantara suap, yakni Kamaluddin.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil ketua dan anggota hakim Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa sebagai saksi, terkait kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Pemeriksaan para hakim konstitusi dilakukan untuk mengetahui peran dan posisi hakim konstitusi dalam memutus perkara yudicial review. Untuk pemeriksaan Kamis (16/2) pagi, KPK memanggil Ketua MK Arief Hidayat. Selain Ketua MK, dua hakim lain yang ikut memutus perkara judicial review undang-undang nomor 41 tahun 2014, tentang peternakan dan kesehatan hewan. Judicial review ini jadi alasan suap yang menjerat mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com