Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Kembalikan Uang ke KPK, Sejumlah Fraksi Enggan Komentar

Kompas.com - 14/02/2017, 09:42 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, sedikitnya ada 14 anggota DPR RI yang mengembalikan uang terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanpa Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Namun, KPK belum menyebut siapa saja yang menyerahkan uang tersebut.

Terkait hal itu, sejumlah fraksi di DPR mengaku tak tahu-menahu. Beberapa enggan berkomentar.

"Saya enggak pernah tahu dari Fraksi Golkar ada yang mengembalikan atau tidak. Karena siapa pun yang dianggap terlibat pun saya enggak tahu," kata Sektetaris Fraksi Partai Golkar, Agus Gumiwang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2/2017).

"Agak susah, suatu hal yang memang tidak jelas. Manusianya tidak jelas, subyek tidak jelas," ujarnya.

Hal serupa diungkapkan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon. Menurut dia, hal tersebut lebih kepada tanggung jawab individual, bukan institusional. Apalagi, kasus e-KTP melibatkan anggota-anggota DPR pada periode sebelumnya.

"Sejauh ini belum ada pernyataan resmi. Kami harus melihat itu sebagai tindakan non-institusional," tuturnya.

Adapun Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf enggan berkomentar banyak terkait kasus yang melibatkan komisinya di periode lalu itu.

Ia hanya menekankan bahwa penegakan hukum harus terus berjalan, salah satunya adalah dengan pengembalian kekayaan negara.

"Berjalan sajalah. Nanti kita lihat saja," kata Muzzammil.

Adapun Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Lukman Edy, juga mengaku tidak tahu apakah ada rekan fraksinya yang menyerahkan uang ke KPK terkait kasus tersebut atau tidak.

Penegakan hukum, kata dia, harus tetap dilakukan. Namun secara substansi, percepatan mengenai penyelesaian data kependudukan juga harus dilakukan.

"Saya dengar pekerjaan pengadaan e-KTP anggaran 2016 belum dilelang sampai sekarang. Jadi makanya banyak yang belum bisa cetak, rekam," ujar Lukman.

"Jadi ini harus ada percepatan, jangan sampai gara-gara ada perkara di KPK, kinerja pemerintah untuk menyiapkan e-KTP lantas terhambat," kata dia.

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) cenderung lebih progresif. Meski enggan menyebutkan nama, namun Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, pihaknya telah memanggil nama-nama anggota fraksi yang diisukan terlibat kasus tersebut.

"Kami sudah panggil beberapa nama yang katanya disinyalir atau diisukan terlibat. Tapi ternyata mereka enggak ada ngembaliin (uang)," kata Yandri.

Tindakan penyerahan uang tersebut, menurut dia, bisa menjad petunjuk baik bagi KPK dan bentuk adanya suatu kejujuran dari anggota dewan yang terlibat karena telah mengakui kesalahan dalam penggunaan anggaran.

"Kami hargai niat anggota dewan yang mengembalikan, tapi tidak sekaligus menggugurkan pidananya. Justru KPK harus semakin intensif, tapi menggali informasi yabg lebih detail (untuk mengusut) pihak mana saja yang terlibat," tuturnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/2/2017) menuturkan, anggota DPR yang menyerahkan uang tersebut bersikap kooperatif terhadap penyidik KPK.

Hingga saat ini belum bisa disampaikan nama orang atau korporasi yang menyerahkan uang ke KPK.

"Ada pengembalian dari 14 orang senilai Rp 30 miliar. Sebagian dari mereka adalah anggota DPR RI," kata dia.

"Uang-uang itu dikirimkan ke rekening KPK yang dibuat khusus untuk penyidikan," ucapnya.

(Baca: Sejumlah Anggota DPR Serahkan Uang ke KPK Terkait Kasus E-KTP)

Menurut Febri, penyerahan uang tersebut akan dihargai sebagai salah satu bentuk tindakan kooperatif dari pihak yang menyerahkan uang.

KPK akan mempertimbangkan penyerahan uang itu sebagai hal yang akan meringankan pemidanaan.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman sebagai tersangka.

Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Namun, terdapat kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.

Kompas TV KPK panggil empat saksi baru kasus pengadaan KTP elektronik. Namun hanya mantan ketua DPR, Ade Komarudin, dan mantan Ketua Komisi II Chairuman Harahap yang hadir. Pemanggilan ini untuk kesaksian atas tersangka Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementrian Dalam Negeri. Hingga saat ini sudah lebih dari 200 saksi yang diperiksa, namun KPK belum menetapkan ersangka baru, meski kerugian negara ditaksir mencapai Rp 2 triliyun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com