JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin diperiksa selama 6,5 jam dalam kasus dugaan pencucian uang dengan tidak pidana asal pengalihan kekayaan yayasan.
Pengacara Novel, Ali Lubis, mengatakan, kliennya diajukan sekitar 11 pertanyaan oleh penyidik.
"Pertanyaan terkait apakah Novel kenal dengan petinggi GNPF-MUI," ujar Ali di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Adapun tokoh-tokoh yang disebutkan penyidik yaitu Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir, Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin, dan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Ali mengatakan, kliennya mengaku mengetahui Bachtiar dan Zaitun secara umum saja karena sesama ulama.
"Tapi kenal dekat, tidak. Tidak ada hubungan dekat," kata Ali.
Novel juga ditanyakan apakah mengenal pengurus Yayasan Keadilan untuk Semua. Penyidik, kata Ali, juga menyebut nama ketua yayasan itu, Adnin Armas. Namun, lagi-lagi Novel mengaku tidak mengenalnya.
(Baca: Novel Chaidir Tak Tahu soal Yayasan Keadilan Untuk Semua)
"Dengan para pengurus yayasan sama sekali tidak kenal. Tadi diklarifikasi saja, tahu tidak soal yayasan dan pengurus," kata dia.
Novel juga ditanya soal selebaran berisi tulisan yang menyatakan bahwa GNPF membuka donasi untuk aksi damai. Dalam selebaran itu, dicantumkan nama-nama pengurus GNPF-MUI, seperti Bachtiar, Zaitun, dan Bendahara GNPF Luthfie Hakim.
"Ada juga nomor rekening dan nama yayasan. Kami jelaskan, Novel tidak pernah tahu, bahkan baru tahu tadi nama yayasan itu," kata Ali.
Sebelumnya, Bachtiar telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Diketahui, Bachtiar Nasir merupakan penanggung jawab aksi damai pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.
(Baca: Novel Chaidir Minta Perlindungan, Ini Kata LPSK)
Bachtiar mengatakan bahwa ada dana Rp 3 miliar yang dikelola untuk aksi bela Islam pada 4 November dan 2 Desember 2016. Dana tersebut berasal dari donasi masyarakat yang ditampung di rekening Yayasan Keadilan untuk Semua. Dana tersebut dialokasikan untuk konsumsi, peserta unjuk rasa, hingga korban luka-luka saat aksi 411.
Bachtiar mengatakan, mereka juga menggunakannya untuk biaya publikasi, seperti pemasangan baliho, spanduk, dan sumbangan lainnya. Ada pula sumbangan untuk korban bencana Aceh sebesar Rp 500 juta dan di Sumbawa sebesar Rp 200 juta.
Polisi melihat adanya indikasi penyelewengan dana dalam rekening yayasan tersebut. Namun, Bachtiar membantah ada aliran uang dari rekening yayasan ke pihak lain yang tak sesuai peruntukannya.