JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi diduga berperan dalam kasus suap antara Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Meski tidak secara spesifik, nama Ken disebut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat dakwaan terhadap Rajamohanan Nair.
Setidaknya, Ken disebut mengikuti pertemuan di Kantor Ditjen Pajak dan mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap perusahaan Rajamohanan.
Awalnya, PT EKP menghadapi persoalan pajak. Salah satunya, terkait restitusi pajak periode Januari 2012-Desember 2014 sebesar Rp 3,5 miliar. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
(Baca: KPK Tahan Dua Tersangka Kasus Dugaan Suap Pejabat Ditjen Pajak)
Namun, permohonan restitusi itu ditolak, karena PT EKP ternyata memiliki tunggakan pajak sebagaimana tercantum dalam surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) tanggal 6 September 2016.
Tunggakan tersebut sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.
KPP PMA Enam juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Alasannya, PT EKP diduga tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya.
Rajamohanan kemudian meminta bantuan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv, agar membatalkan tunggakan STP PPN tersebut. Haniv kemudian menyarankan agar PT EKP membuat surat pengaktifan PKP ke KPP PMA Enam.
(Baca: Pengusaha Didakwa Menyuap Pejabat Ditjen Pajak Rp 1,9 Miliar)
Pada 22 September 2016, Haniv kemudian bertemu dengan temannya, Arif Budi Sulistyo. Arif merupakan penghubung yang juga kenal dengan Rajamohanan.
Dalam pertemuan itu, Arif meminta supaya ia dipertemukan dengan Ken.
"Keesokan harinya, Handang Soekarno mempertemukan Arif dengan Ken di Lantai 5 Gedung Ditjen Pajak," ujar Jaksa KPK Ali Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/2/2017).
Meski demikian, jaksa KPK tidak menjelaskan secara detil isi pertemuan tersebut.
Namun, setelah pertemuan itu, Haniv memerintahkan Kepala KPP PMA Enam Johnny Sirait agar membatalkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Perintah tersebut merupakan arahan dari Ken Dwijugiasteadi.
(Baca: Tersangka Penyuap Merasa Jadi Korban Pemerasan Oknum Pejabat Ditjen Pajak)
Kemudian, beberapa hari setelah setelah Rajamohanan dan Handang bertemu untuk membicarakan kesepakatan pemberian uang, Muhammad Haniv atas nama Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan pembatalan tagihan pajak terhadap PT EKP.
Dengan demikian, tunggakan pajak PT EKP sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015, menjadi nihil.
Dalam surat dakwaan, Rajamohanan menjanjikan fee kepada Handang sebesar Rp 6 miliar. Namun, saat baru terjadi penyerahan pertama sebesar Rp 1,9 miliar, keduanya ditangkap oleh petugas KPK.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.