Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Digugat ke PTUN agar Terbitkan SK Pemberhentian Ahok

Kompas.com - 13/02/2017, 15:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengajukan gugatan terhadap pemerintah.

Dalam gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur itu, mereka meminta agar pemerintah mengeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Kami meminta supaya pemerintah mengeluarkan SK untuk pemberhentian Saudara Ahok. Intinya begitu," ujar Wakil Ketua ACTA Ali Lubis di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Gugatan tersebut telah didaftarkan pada hari ini.

ACTA merujuk pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

Adapun pertimbangan ACTA mengajukan gugatan tersebut ialah meski dakwaan bersifat alternatif, Ahok diduga melanggar Pasal 156 a yang hukumannya di atas lima tahun penjara.

Wakil Sekretariat Jenderal ACTA Yustian Dewi Widiastuti mencontohkan kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, yang dijerat kasus narkoba.

Ia didakwa dua pasal yang ancamannya kurang dari lima tahun dan lebih dari lima tahun.

"Dalam kasus tersebut, Mendagri dengan tegas memberhentikan sementara Ahmad Wazir, bahkan saat statusnya masih tersangka," kata Yustian.

Yustian mengatakan, petitum utama dalam gugatan ini agar majelis hakim mewajibkan pemerintah menerbitkan SK pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Saat ini juga tengah bergulir wacana pengajuan hak angket di DPR RI untuk meminta penjelasan kepada Presiden Joko Widodo terkait status Ahok.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya masih menunggu tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Ahok.

Menurut dia, berdasarkan undang-undang, kepala daerah bisa diberhentikan sementara jika tuntutan hukumannya di atas lima tahun dan ditahan oleh penegak hukum.

Sementara itu, ancaman hukuman terhadap Ahok di bawah lima tahun dan bukan dalam posisi sebagai tahanan.

Jika nantinya ada keputusan ditahan, Ahok langsung diberhentikan sementara.

Kasus serupa tak hanya terjadi terhadap Ahok.

Sebelumnya, kata Tjahjo, dia juga memutuskan hal yang sama terhadap Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Gubernur Riau, Gubernur Gorontalo, dan kepala daerah lainnya yang terjerat kasus hukum.

"Misal, Gubernur Gorontalo sebagai terdakwa, dengan tuntutan jaksa di bawah lima tahun dan tidak ditahan, maka tetap menjabat sampai keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," kata Tjahjo.

Tjahjo menegaskan, aturan tersebut merupakan keputusannya sebagai Menteri Dalam Negeri, bukan keputusan Presiden.

Keputusan ini dia pertanggungjawabkan kepada Presiden Joko Widodo.

Kompas TV Pelaksana Tugas Gubernur Jakarta, Sumarsono serah terima jabatan dengan gubernur dan wakil gubernur DKI JAKARTA Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Serah terima dilakukan setelah Ahok dan Djarot menyelesaikan cuti untuk kampanye pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Nantinya Sumarsono akan menyerahkan buku selama masa kepemimpinannya di Jakarta kepada Ahok. Selain dengan Ahok-Djarot, perpisahan Sumarsono juga dilakukan dengan pejabat di pemerintahan provinsi Jakarta. Dalam pidatonya Sumarsono mengatakan dirinya sudah menjaga netralitas PNS DKI terkait pilkada Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com