Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Berlatar Belakang Politikus Diusulkan Jadi Syarat Calon Hakim MK

Kompas.com - 12/02/2017, 17:56 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota koalisi masyarakat Selamatkan Mahkamah Konstitusi Aradila Caesar mengatakan, calon hakim Mahkaham Konstitusi (MK) yang memiliki latar belakang politisi merupakan hal yang dilematis.

Idealnya, kata dia, calon hakim MK tidak memiliki latar belakang sebagai politisi.

"Ini cukup dilematis ya. Ada yang menyatakan tidak masalah dari partai politik ada yang tidak. Menurut kami, idealnya seharusnya memang dia tidak punya latar belakang politisi," kata Aradila di kawasan bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (12/2/2013).

Menurut Aradila, hakim yang memiliki integritas sulit didapatkan dari seorang politisi.

Ardila mengatakan, Itu tampak banyaknya pejabat negara yang berasal partai politik yang terseret perkara korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch itu menyebutkan, jika latar belakang politisi diperbolehkan, calon hakim MK harus meninggalkan identitas politik dalam waktu yang cukup lama.

Syarat itu, lanjut dia, diperlukan untuk menjaga independensi hakim.

"Dalam kondisi peradilan kita saat ini, agak naif kalau kita masih membolehkan orang-orang dari partai politik yang baru selesai atau baru keluar dari DPR tidak dalam jangka waktu yg cukup lama untuk menjadi hakim. Sangat naif sekali," ujar Aradila.

Sementara itu, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie tidak mempermasalahkan jika hakim MK yang direkrut Presiden Joko Widodo berlatar belakang politisi. Meski demikian, Jimly merasa perlu dibuat aturan khusus terkait hal itu.

Berkaca pada calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai syarat minimal lima tahun melepas jabatan struktural partai politik, semestinya untuk calon hakim MK pun dikenakan syarat demikian.

(Baca: Jimly Sebut Syarat Hakim MK Berlatar Politikus Perlu Diatur)

"Kalau (syarat calon anggota KPU) lima tahun, mestinya (syarat calon hakim MK) lima setengah tahun. Harus lebih tinggi persyaratannya tidak terlibat dalam partai politik," ujar Jimly.

Tertangkapnya hakim Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan suap pengujian UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, membuat hakim MK berukurang satu, menjadi delapan orang.

Patrialis diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Saat ini, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menyerahkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Patrialis kepada Presiden Joko Widodo.

Presiden juga tengah merancang panitia seleksi hakim MK untuk mencari pengganti Patrialis.

Kompas TV Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat temui Presiden Joko Widodo guna membahas dinamika dalam tubuh Mahkamah Konstitusi. Pertemuan itu sekaligus untuk mencari pengganti patrialis akbar yang diberhentikan sementara dari jabatannya karena tersangkut dugaan korupsi. Pertemuan Arief Hidayat dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta untuk memberikan laporan terkait status Hakim MK Patrialis Akbar. Dari hasil pertemuan ini Majelis Kehormatan MK akan bersidang kembali untuk mendapatkan rekomendasi dan menentukan pemberhentian Patrialis secara tidak hormat jika terbukti melanggar kode etik berat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com