JAKARTA, KOMPAS.com - Hatta Ali genap lima tahun menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung pada 2017.
Dengan demikian, hakim agung segera menentukan pengganti Hatta untuk menduduki jabatan paling penting dalam lembaga peradilan.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko S Ginting mengatakan, pergantian kepemimpinan di MA bisa menjadi momentum bagi lembaga tersebut untuk berbenah.
"Publik hanya bisa menuntut agar Ketua MA yang baru, siapapun yang maju dan terpilih, untuk membenahi lembaga peradilan dan membersihkannya dari praktik-praktik korupsi, belajar dari kepemimpinan sebelumnya," ujar Miko melalui siaran persnya, Sabtu (11/2/2017).
Menurut Miko, dalam beberapa tahun terakhir kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan, termasuk MA, terbilang rendah.
Hal tersebut dikarenakan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat di sana.
Sebut saja kasus mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi yang terseret kasus korupsi.
Kasus tersebut ibarat kotak pandora yang membuka modus-modus korupsi lainnya yang melibatkan pihak lain di lembaga peradilan.
Selama 2016, setidaknya ada lebih dari 15 orang pegawai dan pejabat di lingkungan peradilan yang diduga terlibat kasus korupsi.
Sepanjang 2016, Komisi Yudisial menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebanyak 1.682 laporan dan 1.899 laporan surat tembusan.
Dari tersebut, sebanyak 87 hakim direkomendasikan ke MA untuk diberikan sanksi. Rinciannya, 57 hakim dijatuhi sanksi ringan, 19 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 11 hakim dijatuhi sanksi berat.
"Mahkamah Agung sendiri menerima jumlah pengaduan yang lebih banyak sepanjang tahun 2016, yakni 2.336 pengaduan," kata Miko.
Tak hanya membereskan korupsi di lembaga peradilan, Ketua MA selanjutnya akan dihadapkan dengan pekerjaan rumah seperti masalah manajemen perkara, minutasi putusan, implementasi pelayanan publik dan keterbukaan informasi di lembaga peradilan, dan rekrutmen hakim.
Untuk dapat membenahi berbagai masalah tersebut, Miko menganggap MA butuh sosok pemimpin yang tak hanya berintegritas, tapi juga memiliki kemampuan dalam mengelola internalnya.
"Jangan sampai Ketua MA yang terpilih nanti, bukan hanya tidak mampu menyelesaikannya pekerjaan rumah tersebut, akan tetapi justru menambah masalah-masalah baru yang membuat lembaga peradilan semakin tidak dipercaya," kata Miko.