JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap, agar para pihak yang turut menerima aliran dana dalam kasus dugaan korupsi pengadaan E-KTP, mengembalikan uang tersebut ke negara.
Pasalnya, hal itu akan meringankan hukuman yang akan mereka terima, bila kasusnya dibawa ke ranah pengadilan.
“Jadi kita harapkan semua pihak yang menerima hasil-hasil korupsi, gratifikasi, agar cepat mengembalikan sebelum kena perkara,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
(baca: KPK Terima Penyerahan Uang Rp 250 Miliar dalam Kasus E-KTP)
Indonesia, kata dia, menerapkan prinsip restorative justice dalam proses penegakkan hukum, sebagaimana diatur dalam UN Character Act.
Artinya, siapa pun pihak yang mengakui kesalahan, akan mendapatkan hukuman yang ringan.
“Jadi itu bagus dan pasti meringankan lah hukumannya,” kata dia.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya mengatakan, KPK telah menerima penyerahan uang sebesar Rp 250 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Menurut Febri, sumber penyerahan uang tersebut berasal dari korporasi atau vendor yang terlibat dalam proyek pengadaan, dan ada juga yang berasal dari perorangan.
KPK mengimbau bagi pihak-pihak yang memang menerima aliran dana dalam proyek e-KTP untuk segera menyerahkan uang tersebut kepada penyidik KPK.
Meski penyerahan uang tidak menghapus tindak pidana yang telah dilakukan, penyerahan tersebut setidaknya menunjukan itikad baik untuk kooperatif dan mau bekerja sama dengan penegak hukum.
"Penyerahan uang akan jadi faktor yang meringankan dalam proses hukum," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka. KPK telah memeriksa sekitar 280 saksi yang diduga mengetahui dan ikut terlibat dalam proyek pengadaan.
Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Namun, terdapat kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.
KPK menduga sejumlah anggota DPR ikut menerima aliran dana dalam proyek tersebut.