Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden dan Pendahulunya

Kompas.com - 08/02/2017, 21:43 WIB

"Jadi, tunggu saja, bulan ini secepat-cepatnya bisa bertemu. Jika memang ada kecurigaan pertemuan itu dihalangi, sebut saja siapa orangnya, jangan ditutup-tutupi," kata Arteria, menanggapi Benny.

Asep Iwan Iriawan berharap, ada pemisahan antara proses hukum dan politik.

"Serahkan permasalahan dugaan penodaan agama dan dugaan percakapan antara Pak SBY dan Pak Ma'ruf Amin ke pengadilan. Proses hukum biar berjalan, tetapi komunikasi politik jangan sampai terputus. Proses hukum jangan ditarik ke ranah politik," kata Asep.

Kekhawatiran itu bisa dipahami. Pasalnya, setelah Yudhoyono meminta aparat mengusut dugaan penyadapan telepon terhadap dirinya, sejumlah politisi di Fraksi Partai Demokrat di DPR mengusulkan wacana hak angket penyadapan.

Saat ini, memang belum ada fraksi lain di parlemen yang mendukung usulan hak angket tersebut. Namun, riak politik tetap tak terhindarkan.

Tidak hanya di parlemen, lewat ranah publik di media sosial pun, Yudhoyono secara pribadi juga mengeluarkan berbagai pesan politik melalui akun Twitternya, @SBYudhoyono.

Benny mengatakan, pemerintah tidak perlu khawatir karena hak angket itu tidak akan berujung pada pemakzulan Jokowi dari kursi kepresidenan.

"Kami ini hanya mau mengingatkan jika ada kesalahan. Jangan kesannya seolah kami mau membuat kegaduhan. Lagi pula, apa salahnya jika Pak SBY mau nge-twit? Twit-twit itu untuk berkomunikasi dengan rakyat. Ini bentuk komunikasi Pak SBY ke publik," katanya.

Terkait hal itu, Humphrey Djemat meminta semua pihak bisa bersabar menunggu proses pengadilan. Ia mengatakan, Basuki telah meminta maaf dan Ma'ruf Amin pun sudah memaafkan Basuki.

"Jadi, apa kita mau meneruskan keributan ini? Bisa-bisa kondisi menjelang pilkada tidak kondusif lagi," kata Humphrey.

Hubungan antara presiden dan pendahulunya di Indonesia memang tidak selalu akur. Bukan hanya antara Jokowi dan Yudhoyono, melainkan juga presiden-presiden terdahulu. Misalnya hubungan antara Soekarno dan Soeharto atau antara Megawati dan Yudhoyono.

Dalam buku The Presidents Club: Inside the World's Most Exclusive Fraternity, Nancy Gibbs dan Michael Duffy menceritakan hubungan antar-presiden AS yang tidak selalu akur.

Presiden ke-34 AS, Dwight D Eisenhower, hampir tidak pernah berbicara dengan pendahulunya, Harry Truman. Presiden ke-32 AS, Franklin D Roosevelt, bahkan melarang pendahulunya, Herbert Hoover, untuk masuk ke Gedung Putih.

Namun, demi urusan kenegaraan dan masa depan AS, para presiden dan mantan presiden itu dapat meluangkan waktu untuk sesekali bertemu secara tertutup dan saling bertukar gagasan. Kini, hal yang sama diharapkan dapat terjadi di Indonesia.

Presiden dan para pendahulunya diharapkan dapat mengesampingkan sentimen dan kepentingan pribadi ataupun kelompok.

Bukan "curhat" lewat media sosial, bukan pula saling menyindir lewat aksi simbolis. Namun, saling meluangkan waktu dan bertemu tatap muka demi membicarakan kemaslahatan bangsa dan negara.

Satu hal yang pasti, bangsa ini membutuhkan negarawan, bukan mantan negarawan. (Agnes Theodora)

 Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Februari 2017, di halaman 5 dengan judul "Presiden dan Pendahulunya".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com