JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (Pansus RUU Pemilu) mengundang empat partai baru untuk meminta sejumlah masukan.
Empat partai tersebut adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Islam Damai dan Aman (Idaman), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Berkarya.
"Saya kira masukan partai-partai baru memengaruhi pendapat fraksi-fraksi yang ada," kata Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy di sela rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Lukman menambahkan, misalnya terkait ambang batas presiden (presidential threshold), partai-partai di parlemen yang mengusung penghapusan presidential threshold dan meyakini hal itu adalah amanat konstitusi semakin yakin dengan pilihannya.
Masing-masing partai baru yang datang memaparkan poin-poin dalam RUU Pemilu yang disoroti. Namun, beberapa poin utamanya misalnya terkait presidential threshold, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan sistem pemilu.
(Baca juga: Ambang Batas Parlemen Perlu Ditingkatkan untuk Penyederhanaan Partai)
PSI
PSI dengan tegas menolak adanya ketentuan presidential threshold.
Hal itu diharapkan mampu menciptakan equal playing battle field (persamaan dalam pertarungan pemilu) dan asas pemilu bebas serta adil, di mana setiap partai peserta pemilu berhak memeroleh perlakuan yang sama untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Ketua Umum PSI Grace Natalie menuturkan, hal itu juga sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa capres dan cawapres diajukan partai politik atau gabungan partai politik.
"Artinya kalau sudah sah jadi peserta pemilu, sudah lewat verifikasi artinya kami punya kesempatan yang sama. Baik partai baru atau partai lama, setara di mata hukum," ujarnya.
Hasil pemilu legislatif 2014 juga dianggap tak relevan jika digunakan sebagai landasan pemilu 2019, di mana pemilu legislatif dan pemilu presiden dilaksanakan serentak.
Selain itu, dengan ditiadakannya presidential threshold, akan ada banyak pilihan calon.
Terkait parliamentary threshold, PSI mendorong untuk dihapus. Namun, tak menghilangkan semangat penyederhanaan sistem politik.
"Kami oke saja kalau mau berapa pun. Tetapi tujuannya apa? Kalau tujuannya menyederhanakan sistem kepartaian dan berbagai kajian yang kami lakukan itu tidak efektif," ujarnya.
Sedangkan soal sistem pemilu, PSI mengusulkan sistem pemilu proporsional terbuka.
Partai Perindo
Perindo tak setuju dengan usulan presidential threshold. Hal itu sesuai dengan instruksi Mahkamah Konstitusi untuk mengakomodasi partai politik dalam penyelenggaraan pilkada serentak.
Aturan pada pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014 tak bisa dipaksakan untuk 2019.
Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq menuturkan, hak mencalonkan presiden dan wakil presiden seharusnya diberikan kepada semua parpol peserta pemilu tanpa harus ada yang diistimewakan.
"Dengan adanya presidential threshold, ada keinginan sebuah kekuatan besar untuk menguasai pilpres. Ada oligarki politik yang tidak mencerminkan keadilan pada partai lain. Keadilan harus tepat pada semua partai," ujar Rofiq.
Namun, Perindo setuju jika ada ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Meski batasan tersebut menyebabkan terbuangnya suara pemilh secara percuma jika satu partai tak mencapai ambang batas, namun sejumlah negara menerapkannya.
Adapun mengenai sistem pemilu, Perindo mengusulkan sistem terbuka-terbatas. Ini mengacu pada maraknya politik uang pada pemilu yang telah lalu.
"Kontestannya sangat bebas, partai-partai tidak lagi rekrut kader yang militan. Tapi sibuk cari orang berduit sebagai caleg. Proporsional terbuka-terbatas cukup efektif membuat caleg tidak hanya cari uang tapi fokus cari suara," tuturnya.
Partai Idaman
Partai Idaman tak setuju dengan pemberlakuan presidential threshold.
Menurut Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama, aturan tersebut bertolak belakang dengan putusan MK tentang keserentakan pileg dan pilpres.
"Tolong sampaikan kepada pembuat RUU bahwa kembali kepada kepatuhan kepada MK dan konstitusi, itu sama sekali tidak berlandaskan konstitusi," kata Rhoma.
Namun, Idaman setuju dengan adanya pemberlakuan parliamentary threshold. Mereka mengusulkan 0 hingga 3,5 persen. Sedangkan untuk sistem pemilu, Idaman mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas.
"Kalau parliamentary threshold, make sense diberlakukan, tapi kalau presidential threshold acuannya dari mana? Karena secara teknis pemilihannya dilakukan serentak," ucapnya.
Partai Berkarya
Partai Berkarya mengusulkan agar tak ada pemberlakuan presidential threshold dan parliamentary threshold.
Hal itu diperlukan sesuai putusan MK bahwa presidential threshold dan parliamentary threshold sudah tak relevan pada pilkada serentak.
"Tapi kami kembali pada putusan pansus," kata Ketua Umum Partai Berkarya, Neneng A Tutty.
Sedangkan sistem pemilu yang diusulkan Partai Berkarya adalah sistem terbuka terbatas. Alasannya, karena dalam menetapkan anggota legislatif, partai diberikan wewenang yang luas.
"Namun, penetapan calon jadi di daerah pemilihannya perlu diatur lebih selektif dengan memperhatikan persentase suara dari bilangan pembagi kursi ditentukan dengan batas maksimal persentase 25 persen sebelum penentuan nomor jadi kembali ke nomor urut," tuturnya.