JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, menilai, kliennya hanya terbukti menerima uang Rp 100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi.
Menurut Maqdir, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu tidak terbukti menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan.
"Satu-satunya yang bisa dibuktikan adalah memang betul Beliau (Irman) diberi uang Rp 100 juta tanpa Beliau ketahui," ujar Maqdir, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Menurut Maqdir, dengan hanya terbuktinya unsur menerima hadiah, maka pasal yang paling tepat didakwakan kepada Irman adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Baca: Irman Gusman Merasa Terkejut dan Terpukul atas Tuntutan Jaksa)
Pasal tersebut memiliki ancaman hukuman yang lebih rendah dari pasal yang digunakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutan pidana.
Pemidanaan dalam Pasal 11 UU Tipikor hanya maksimal 5 tahun penjara dan minimal 1 tahun penjara.
Sementara, jaksa KPK menilai, Irman lebih tepat didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor.
Dalam pasal itu, ancaman pidana minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup.
Tim pengacara Irman tidak sependapat dengan pasal yang digunakan jaksa.
Sebab, pasal tersebut menjelaskan mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan.
"Fakta sidang menunjukan tidak ada penyalahgunaan jabatan yang dilakukan Pak irman berkaitan dengan pengadaan gula 1.000 ton," kata Maqdir.
Irman didakwa menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan Memi. Irman diduga menggunakan pengaruhnya untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.
Dalam persidangan, jaksa KPK memperdengarkan rekaman pembicaraan antara Irman dan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.
Dalam rekaman tersebut, Irman meminta agar Djarot menyetujui Xaveriandy dan Memi sebagai distributor gula Bulog di Sumbar.