"(Pembelian) bukan melalui Kemenhan, melalui Kemenkeu (Kementerian Keuangan). Karena Kemenkeu memfasilitasi kalau Kepresidenan langsung ke Setneg, Jadi waktu kerja (beli), Panglima enggak tahu, saya juga enggak tahu. Setneg yang tahu," kata Ryamizard.
Sementara itu, Panglima TNI juga mengaku tidak tahu soal pembelian helikopter itu.
Ia menyinggung adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 yang mengurangi kewenangannya sebagai Panglima TNI.
"Saya tidak mengatur anggaran AU berapa, AD berapa, AL berapa. Anggaran langsung tanggung jawab ke Kemenhan, tidak melalui Panglima," ujar Gatot.
"Dengan demikian, Panglima sulit bertanggung jawab dalam pengendalian terhadap tujuan sasaran penggunaan anggaran TNI, termasuk angkatan," kata dia.
Dengan kondisi itu, Gatot mengaku sulit mengendalikan penggunaan anggaran TNI.
Padahal, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan (Kemenhan).
Meski begitu, TNI bukanlah bagian dari unit operasional Kemenhan.
Sebab, lanjut Gatot, pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa TNI terdiri dari AD, AL, dan AU yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
"Saya buka ini seharusnya sejak 2015 tapi berkaitan dengan saya, saya buka ini untuk menyiapkan adik-adik saya. Karena saya mungkin besok bisa diganti, paling lambat Maret saya harus diganti. Kalau ini terjadi terus, maka kewenangan di bawah Panglima TNI tidak ada," ujar Gatot.
"Kita pernah mengalami bagaimana helikopter AW101 sama sekali TNI tidak tahu," ucap Gatot.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.