Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selidiki Dugaan Penyadapan ke SBY, Demokrat Galang Hak Angket

Kompas.com - 02/02/2017, 13:06 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Demokrat di DPR menggalang hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny K Harman mengatakan, hak angket saat ini sudah digulirkan kepada anggota lintas fraksi.

"Saat ini sedang proses, kita tunggu saja hasilnya," kata Benny saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/2/2017).

Hak angket adalah hak yang dimiliki anggota dewan untuk melakukan penyelidikan. Hak ini diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Hak angket juga harus disetujui lebih dari 50 plus satu anggota DPR di rapat paripurna.

Benny mengatakan, jika memang ada skandal penyadapan terhadap SBY, maka itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Jika terbukti benar, maka penyadapan juga bisa meresahkan dan menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat.

"Sesama anak bangsa saling curiga, saling mematai-matai, dan berprasangka buruk dan tentu saja mengganggu keharmonisan masyarakat dan pada akhirnya menciptakan instabilitas politik," ucapnya.

Benny mengatakan, dengan hak angket ini, DPR dengan fungsi pengawasan yang melekat padanya akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa yang melakukan dan apa sebenarnya yang menjadi motif dilakukan penyadapan.

Ia menegaskan bahwa tindakan memata-matai dan tindakan menyadap pembicaraan lawan politik dengan motif politik adalah kejahatan berat.

"Kita ingin menyelidiki siapa yang melakukan penyadapan tersebut dan tentu menuntut negara harus bertanggung jawab. Usul hak angket kini tengah dipersiapkan dan dalam waktu segera akan diajukan kepada pimpinan dewan," ucap Benny.

Dihubungi secara terpisah, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyatakan bahwa penggalangan hak angket ini adalah sikap resmi partainya.

SBY sebelumnya merasa dirinya disadap. Ia lalu berbicara banyak hal soal penyadapan, salah satunya adanya informasi bahwa komunikasi dirinya disadap. Namun, SBY belum membuktikannya.

Perasaan SBY itu muncul sebagai reaksi atas fakta persidangan kasus Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang disangka menodai agama.

(Baca: SBY: Ada Bukti Percakapan dengan Ma'ruf Amin, Itu Sebuah Kejahatan)

Dalam persidangan, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Hal itu yang ditanyakan pengacara kepada Ma'ruf yang dihadirkan sebagai saksi.

"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" kata Humphrey Djemat, salah satu pengacara Ahok kepada Ma'ruf.

(Baca juga: Pengacara Ahok Rahasiakan Bukti Komunikasi SBY-Ma'ruf Amin)

Tim pengacara merasa tidak pernah menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki berupa rekaman atau transkrip percakapan.

Bisa saja, menurut tim pengacara, berupa kesaksian. Tim pengacara tidak akan mengungkap wujud bukti yang dimiliki selain di pengadilan.

Kompas TV Ketua MUI Jadi Saksi, Ini yang Didalami Pengacara Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com