Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percepat Revisi UU MK, Presiden Diminta Keluarkan Perppu

Kompas.com - 02/02/2017, 06:51 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diminta menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu menyusul kasus dugaan suap yang menyeret hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Patrialis adalah hakim konstitusi kedua yang terjerat kasus suap. Atas dasar itu, sejumlah pihak, termasuk MK dan Komisi III DPR, menilai perlu ada revisi UU MK terkait sejumlah poin.

Namun, karena kondisinya cukup mendesak, Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan mengusulkan agar Presiden mengeluarkan Perppu.

(Baca: MK Dinilai Perlu Diawasi Lembaga Pengawas Etika Hakim)

"Kalau saya lebih mendorong Presiden mengeluarkan Perppu. Sebab, ini sudah keadaan darurat. Supaya lebih cepat bagian-bagian mana yang harus direvisi," ujar Trimedya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Mengenai poin-poin UU MK yang perlu dibenahi, kata dia, harus dibicarakan antara pemerintah, DPR dan MK.

Trimedya menyebutkan, salah satunya berkaitan dengan sejenis badan pengawas di luar MK. Badan tersebut akan mengawasi perilaku hakim. Pengawasan tak masuk ke dalam substansi putusan hakim.

Hal lain berkaitan dengan pembatasan usia hakim konstitusi yang menurutnya perlu dinaikkan.

"Saya, misalnya, mengusulkan usia hakim konstitusi (minimal) 55 tahun. Kalau sekarang kan 47 tahun. Orang 50 tahunan dan 40 tahunan kan beda. 55 sudah jelang 60 tahun. Mudah-mudahan lebih wise, negarawan," ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.

(Baca: Kinerja Dewan Etik Dinilai Belum Maksimal, MK Perlu Lembaga Penjaga)

 

Hal lain mengenai jarak perkara diputus hingga pembacaan yang perlu dipersempit. Sehingga jual-beli putusan dapat diminimalisasi.

Terlebih dalam waktu dekat MK juga akan menyidangkan perkara hasil perselisihan pilkada. Trimedya menilai, perkara-perkara pilkada juga bisa menjadi komoditas.

"Mereka janji mengubah itu. Itu dijanjikan oleh Pak Arief ( Arief Hidayat, Ketua MK), Pak Usman (Anwar Usman, Wakil Ketua MK) dan hakim konstitusi lainnya supaya diperbaiki itu. Katakanlah enggak lebih dari seminggu," ucapnya.

Sementara itu, Menurut Ketua MK Arief Hidayat, upaya yang perlu dilakukan adalah bagaimana memperkuat MK agar para hakim konstitusi bisa menjaga keluhuran martabatnya.

Adapun berbagai hal yang perlu dimasukkan dalam UU MK, menurut Arief, di antaranya mengenai penguatan independensi hakim MK. Kemudian, perihal pengaturan hukum acara di MK.

"Ketiga, memperkuat kedudukan dewan etik Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Kompas TV Kasus Suap yang Terjadi di Mahkamah Konstitusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com