JAKARTA, KOMPAS.com — Sejuk dan rindang. Kira-kira seperti itulah suasana ketika memasuki Jalan Cendana seusai hujan mengguyur Jakarta, Senin (30/1/2017).
Pohon-pohon besar dan rindang yang usianya mungkin sudah puluhan tahun memayungi hampir seluruh bagian jalan lurus tersebut.
Pada era pemerintahan presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, jalan yang berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tersebut mungkin tidak bisa sebebas itu dilalui.
Mendengar nama jalan tersebut juga menimbulkan rasa sungkan. Ini karena salah satu rumah di sana adalah kediaman Soeharto dan keluarganya.
Hingga saat ini, rumah tersebut masih berdiri kokoh di ruas jalan tersebut. Hanya, kediaman ini tidak sementereng dulu.
(Baca: Soeharto, dari Kemusuk ke Giribangun)
Rumah dengan arsitektur lama, bercat hijau, dengan pagar rendah berwarna kuning gading tersebut tampak lebih usang. Batu-batu alam berwarna abu-abu yang menempel di tembok pagar beberapa juga sudah terlepas.
Atap yang masih menggunakan genting lama terlihat mulai kusam. Memasuki halamannya, atmosfer rumah lama begitu terasa.
Tidak ada aktivitas berarti yang terlihat dari dalam rumah. Sepi dan gelap.
Meski demikian, masih terlihat, empat petugas berjaga di pos untuk memastikan keamanan rumah.
(Baca: Soeharto dan Perjalanan Rahasianya)
“Sekarang rumah kosong, enggak ada yang menempati. Namun, yang merawat rumah ada, karyawan-karyawan tinggal sini. Setiap hari, petugas keamanan jaga, bergantian,” ujar salah seorang petugas keamanan yang enggan disebut namanya, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (30/1/2017).
Ia mengatakan, semenjak mantan presiden Soeharto menutup usia, tidak ada lagi sosok yang dapat disambangi. Tamu-tamu yang biasanya sowan ke Rumah Cendana pun semakin berkurang. Saat ini, bahkan, rumah tersebut hampir tidak pernah menerima tamu.
(Baca: Soeharto, Sosok Presiden yang Penuh Misteri)
Di rumah tersebut, kini sejumlah karyawan tinggal, mulai dari tukang kebun, petugas kebersihan, hingga petugas keamanan. Beberapa sudah mengabdi di rumah tersebut sejak era pemerintahan sang tuan rumah. Tugas mereka adalah merawat dan menjaga rumah.
Sesekali anak-anak Sang Jenderal berkunjung bergantian.
“Anak-anaknya kan rumahnya juga sekitar sini. Sesekali nengok rumah, tetapi tidak tinggal di sini. Bu Mamiek sering datang ke sini melihat rumah,” ujarnya lagi.
Bebas berlalu lalang
Meski tidak banyak, sesekali mobil, motor, dan bajaj lewat melalui jalan ini. Pejalan kaki juga bebas berlalu lalang di depan rumah yang dulu menjadi saksi bisu masa pemerintahan Soeharto itu.
Namun, menurut ingatan Abdul (55), penjual barang bekas yang kerap berlalu lalang di sekitaran Menteng sejak tahun 1987, dulu jalan tersebut tidak bebas dilalui.
“Dulu enggak seperti sekarang, enggak boleh (melintas) kita, bajaj (tidak bisa) mangkal di sini. Kendaraan boleh lewat, tetapi kayaknya ada jam-jam tertentu ditutup ada PM-nya jaga. Kalau ditanya juga sungkan, enggak mau kasih tahu rumah Pak Harto yang mana,” ujarnya.
Ia mengatakan, sepengetahuan dirinya, rumah tersebut saat ini memang sudah tidak ada yang menghuni. Namun, ia sempat mendengar bahwa anak-anaknya tinggal di sekitar Rumah Cendana.
(Baca: Senja Kala dan Setetes Air Mata Soeharto...)
“Di depan, di ujung sana, itu katanya juga rumah anaknya,” ujarnya sambil menunjuk.
Keterangan yang sama diungkapkan Ali, warga sekitar yang sejak kecil sudah tinggal di sekitar Jalan Cendana.
“Rumahnya enggak ditinggali anak-anaknya. Tanggal 27 Januari (tanggal meninggalnya Soeharto) kemarin juga enggak kelihatan ada acara, mungkin peringatan meninggalnya di Solo,” ujar Ali.
Meski sehari-hari tinggal berdekatan dengan Jalan Cendana, Ali juga mengaku saat ini ia tidak pernah bertemu dengan anggota Keluarga Cendana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.