Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Orchida Ramadhania
Pengamat

Tim Jubir Presiden bidang Komunikasi Politik dan Pemerintahan.

Hari ini, Istirahatlah Kata-Kata

Kompas.com - 27/01/2017, 13:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kemarin saya menyempatkan diri untuk nonton film Istirahatlah Kata-kata. Judul yang dalam versi translasinya menjadi; Solo, Soliloquy.

Salah satu kawan dekat saya, aktris film Dian Sastrowardoyo, merekomendasikan untuk nonton film ini setelah ia diundang datang menghadiri pemutaran premiere beberapa hari sebelumnya.

Saya tahu bahwa film ini akan berkisah mengenai Wiji Thukul pada hari-hari pelariannya sekitar tahun 1996. Saya tahu bahwa film ini akan banyak menyitir puisi-puisinya yang penuh dengan pesan perjuangan.

Pada intinya, saya tahu ini adalah film penting tentang secuil sejarah manusia yang mesti menjadi pelarian di negerinya sendiri, pada sebuah masa dimana kebebasan bersuara dan berpendapat masih menggantung serupa cita-cita utopis di langit.

Bagaimanapun saya punya kekhawatiran bahwa film ini, meskipun memiliki pesan penting, tapi akan rawan terjebak pada stereotype film-film festival pada umumnya yang memiliki citarasa amat segmented, cenderung lamban, muram berlebihan, atau bahkan terlalu rumit sehingga sulit untuk dipahami.

Bertahun-tahun saya punya prinsip bahwa film Indonesia harus didukung dengan meluangkan waktu untuk pergi menonton ke bioskop. Tapi terus terang, setelah punya 2 anak, kadang saya merasa telah membuang waktu dengan percuma jika saya harus meninggalkan anak-anak di rumah demi menonton film yang buruk kualitasnya.

Tapi film Istirahatlah Kata-Kata ini saya amati diputar sangat terbatas pada bioskop-bioskop tertentu. Bahkan di Tangerang dimana saya tinggal, jaringan bioskop XXI sama sekali tidak menayangkannya. Hanya ada di CGV Blitz dan di Cinemaxx. Hal ini justru menambah rasa penasaran saya.

Film dibuka dengan narasi yang menerangkan tentang awal pembentukan Partai Rakyat Demoratik (PRD) yang melawan peraturan perundangan saat itu dimana ditetapkan bahwa hanya ada 3 partai yang diakui Negara.

Pada kerusuhan tanggal 27 Juli 1996, PRD dan beberapa penggagasnya ditangkap serta dijadikan buron dengan tuduhan menciptakan kerusuhan dan ingin menggulingkan pemerintahan.

Dari Solo tempat tinggal Wiji Thukul dan Sipon, latar film bergeser beberapa ratus kilometer menuju Pontianak dan sungai Kapuas.

Bersama seorang dosen yang bernama Thomas, Thukul menumpang bersembunyi di rumahnya sambil mengakui bahwa ternyata lebih menakutkan melarikan diri dan bersembunyi seperti ini daripada terang-terangan melawan sekumpulan orang dengan senjata.

Ada beberapa hal yang amat menarik dari film ini yang membuat saya tak terasa telah duduk dengan anteng dan bahagia sampai muncul credit title pada bagian akhir.

Film ini mengritik kentalnya budaya militer era orde baru dengan cara yang amat satir, cenderung lucu, dan tidak kacangan.

Pertama adalah dengan tokoh Udi yang digambarkan sedang mondar-mandir di kampung kecil dengan sepatu boots dan celana tentara, yang tidak pernah jelas ke mana tujuannya. Dia kelihatan agak memiliki gangguan jiwa dan suka menakut-nakuti warga bahwa jika ia membawa senjatanya, mereka akan ia dor.

Yang kedua, adalah dengan tokoh tentara yang menjadi pelanggan di tempat tukang cukur rambut Mahmoud asal Sampang. Digambarkan Wiji Thukul perlu mencukur rambut keritingnya untuk menyamarkan penampilan, sebelum ia beroleh identitas baru dengan nama Paul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com