“Dalam undang-undang tersebut kan jelas, hakim MK diajukan oleh Presiden, MA, dan DPR. Kata oleh sama DPR dan MA, diartikan menjadi dari. Padahal hakim MK yang mereka usulkan tak harus hakim MA atau anggota DPR,” kata Jimly saat dihubungi, Kamis (26/1/2017).
(Baca: Patrialis Akbar, Cita-cita Benahi Hukum Berujung Bui )
Berikutnya, kata Jimly, selama ini calon hakim MK berlatar belakang politisi tidak diharuskan vakum dari partai selama lima tahun sebagaimana persyaratan menjadi komisioner KPU. Padahal, kata Jimly, hal itu penting dilakukan untuk menjaga netralitas sang hakim.
Selain itu, kata Jimly, perlu adanya perubahan sistem masa kerja hakim MK. Semestinya, menurut Jimly, masa kerja hakim MK dibatasi usia, bukan periodesasi seperti sekarang. Sehingga hakim tidak melulu terjebak pada dinamika politik yang ada pada saat rekrutmen.
“Harusnya pakai usia seperti MA, tapi tentu harus diawali dengan proses seleksi yang transparan dan akuntabel. Harus ada Perpres (Peraturan Presiden) atau Perma (Peraturan MA) yang membuat seleksi hakim MK transparan agar menjamin kenegarawanannya,” papar Jimly.
“Selain itu harus ada pembenahan structural dan kultural di MK. Struktur dan kulturr kerja di MK harus menjamin agar para hakim terus menjadi seorang negarawan,” lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.