Pertama, menurut Jimly, DPR dan MA salah kaprah dalam memahami aturan seleksi yang tertuang dalam UU MK Nomor 24 Tahun 2003.
“Dalam undang-undang tersebut kan jelas, hakim MK diajukan oleh Presiden, MA, dan DPR. Kata 'oleh' sama DPR dan MA, diartikan menjadi 'dari'. Padahal, hakim MK yang mereka usulkan tak harus hakim MA atau anggota DPR,” kata Jimly saat dihubungi.
Berikutnya, kata Jimly, selama ini calon hakim MK berlatarbelakang politisi tidak diharuskan vakum dari partai selama lima tahun sebagaimana persyaratan menjadi komisioner KPU.
(baca: Patrialis Akbar Diduga Menerima Hadiah Rp 2,15 Miliar)
Padahal, kata Jimly, hal itu penting dilakukan untuk menjaga netralitas sang hakim.
Jimly menambahkan, perlu adanya perubahan sistem masa kerja hakim MK. Semestinya, menurut dia, masa kerja hakim MK dibatasi usia, bukan periodesasi seperti sekarang.
Sehingga hakim tidak melulu terjebak pada dinamika politik yang ada pada saat rekrutmen.
“Harusnya pakai usia seperti MA, tapi tentu harus diawali dengan proses seleksi yang transparan dan akuntabel. Harus ada Perpres (Peraturan Presiden) atau Perma (Peraturan MA) yang membuat seleksi hakim MK transparan agar menjamin kenegarawanannya,” papar Jimly.
“Selain itu, harus ada pembenahan struktural dan kultural di MK. Struktur dan kultur kerja di MK harus menjamin agar para hakim terus menjadi seorang negarawan,” lanjut dia.
(baca: Ini Bukti yang Disita KPK Saat Tangkap Patrialis Akbar)
Akil terbukti menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa Pilkada dan tindak pidana pencucian uang.
Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa Pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Sedangkan, Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.