Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patrialis Akbar, Hakim MK Pilihan SBY yang Sempat Jadi Polemik

Kompas.com - 27/01/2017, 05:31 WIB
Sandro Gatra

Penulis

Saat itu, ia anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Namun, ia tidak terpilih.

Patrialis kembali melamar menjadi calon hakim MK ketika DPR membuka pendaftaran pada 2013 untuk menggantikan Mahfud. Namun, ia mengundurkan diri.


Bermasalah

Penunjukan Patrialis sebagai penjaga konstitusi sempat menjadi polemik. Keputusan SBY itu dinilai menyalahi tata cara pemilihan hakim konstitusi.

Proses pemilihan Patrialis dianggap tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat.

Padahal, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur mengenai pencalonan hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif.

Penjelasan Pasal 19 mengatur, calon hakim konstitusi harus diumumkan melalui media cetak ataupun elektronik sehingga masyarakat dapat memberi masukan terhadap calon hakim konstitusi itu.

Proses seleksi dalam penunjukan Patrialis tidak seperti yang dilakukan Dewan Pertimbangan Presiden pada 2008 yang menggunakan seleksi terbuka.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (ICW dan YLBHI) kemudian menggugat Kepres 87/P Tahun 2013 ke pengadilan tata usaha negara.

Sebaliknya, pemerintah ketika itu meyakini tidak ada aturan yang dilanggar. Presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih calon hakim konstitusi.

Proses seleksi oleh Wantimpres itu dianggap pemerintah bukanlah kebiasaan tata kenegaraan yang baku.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar ditahan usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1/2017). KPK menetapkan empat orang tersangka dalam operasi tangkap tangan yakni hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, pengusaha swasta yang diduga penyuap Basuki Hariman, dan sekretarisnya NG Fenny serta Kamaludin sebagai perantara terkait dugaan suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Di tengah kritik dan penolakan dari sejumlah kalangan, Patrialis Akbar tetap mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk periode 2013-2018 di Istana Negara pada Selasa (13/8/2013).

Seperti dikutip Kompas, Kamis (26/11/2013), PTUN Jakarta kemudian membatalkan keppres tersebut.

PTUN meminta pemerintah mencabut keppres tersebut dan menerbitkan keppres baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PTUN menilai pemilihan Patrialis tidak sesuai dengan Pasal 19 UU Mahkamah Konstitusi yang mensyaratkan pemilihan secara transparan dan partisipatif.

Pemerintah kemudian banding. Dalam proses banding itu, Patrialis tetap menjadi hakim konstitusi.

(Baca juga: Patrialis Akbar, Cita-cita Benahi Hukum Berujung Bui)

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) DKI Jakarta kemudian membatalkan keputusan PTUN Jakarta.

PTTUN mengakui legal standing penggugat (ICW dan YLBHI), tetapi kedua lembaga tersebut dinilai tidak memiliki kepentingan pribadi atas pengangkatan dua hakim konstitusi tersebut.

Patrialis lalu tetap menjadi hakim konstitusi hingga akhirnya ditangkap KPK.

(Baca juga: Kronologi Penangkapan Patrialis Akbar oleh KPK di Grand Indonesia)

Kompas TV MK Dukung KPK Jalankan Tugas Terkait Patrialis Akbar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com