JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menuntut perusahaan milik Basuki Hariman yang diduga menyuap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Terlebih lagi, panduan tentang pemidanaan korporasi telah diterbitkan oleh Mahkamah Agung.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
"Perusahaan BHR memang banyak, apakah atas nama diri sendiri atau yang lain. Kemungkinan untuk menuntut perusahaannya sedang diteliti dan terbuka kemungkinan untuk tanggung jawab pidana korporasi," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/1/2017).
(Baca: Ketua MK: Uji Materi UU yang Ditangani Patrialis Sudah Tahap Akhir)
KPK menetapkan dua orang yang disangka sebagai pemberi suap kepada Patrialis. Keduanya adalah Basuki Hariman dan sekretarisnya Ng Fenny.
Menurut KPK, Basuki memiliki lebih dari 20 perusahaan yang bergerak dalam bidang impor daging.
Basuki diduga memberi suap yang jumlah totalnya mencapai Rp 2,15 miliar. Suap tersebut terkait pengurusan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
(Baca: Usut Kasus Patrialis, KPK Akan Periksa Hakim MK Lainnya)
Pengurusan perkara dimaksudkan agar perusahaan milik Basuki yang bergerak di bidang impor daging dapat berjalan lancar.
"Contohnya, korporasinya masih ada dan dia mengulang lagi perbuatan yang kita kategorikan korupsi, ini yang jadi perhatian KPK agar tidak terjadi lagi ke depan," kata Syarif.
Basuki Hariman ternyata pernah diperiksa KPK pada tahun 2013 lalu. Saat itu, Basuki pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.