JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap tuntas dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan hakim MK.
Hal itu disampaikan Ketua MK Arief Hidayat saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/1/2017), seusai rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang diikuti delapan hakim MK.
"Mendukung KPK sepenuhnya menuntaskan masalah hukum ini. Membuka akses seluas-luasnya kepada KPK," ujar Arief.
Arief mengatakan, MK juga mempersilakan KPK memeriksa delapan hakim MK lainnya tanpa harus mengajukan izin kepada Presiden.
Selain itu, MK akan kooperatif jika KPK ingin menggali keterangan dari seluruh jajaran di MK.
(Baca: MK Minta Maaf soal Kabar Penangkapan Kasus Suap Hakim Konstitusi)
"Jika diperlukan, Mahkamah Konstitusi mempersilakan KPK untuk meminta keterangan kepada hakim konstitusi, tanpa perlu mendapat izin dari presiden sebagaimana diatur dalam UU MK, termasuk seluruh jajaran Mahkamah konstitusi," kata dia.
MK menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia atas adanya penangkapan tersebut.
"Kami seluruh hakim konstitusi merasa sangat prihatin dan menyesalkan peristiwa tersebut yang terjadi di saatg Mahkamah Konstitusi tengah berikhtiar untuk membangun sistem yang diharapkan dapat menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan kode etik hakim konstitusi beserta seluruh jajaran Mahkamah Konstitusi," papar Arief.
(Baca: MK Minta Presiden Berhentikan Hakim Konstitusi yang Ditangkap KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (25/1/2017).
"Benar, informasi sudah kami terima terkait adanya OTT yang dilakukan KPK di Jakarta," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo, Kamis ketika dikonfirmasi perihal info penangkapan hakim MK.
Menurut Agus, ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini.
Penangkapan tersebut terkait dengan lembaga penegak hukum. Berdasarkan informasi yang diperoleh, salah satu hakim menerima suap terkait uji materi di MK.